Jakarta, Aktual.com — Dokter spesialis mata di Kota Palu, Neneng Herijanti menyarankan seluruh masyarakat jangan melihat langsung proses gerhana matahari total karena peristiwa langka itu berpotensi menggangu kesehatan mata.
“Sampai saat ini belum ada alat yang aman untuk menfilter cahaya-cahaya berwarna dari matahari seperti inframerah, ultraviolet, dan sinar gamma masuk ke mata saat gerhana terjadi,” kata ia, kepada wartawan, di Palu, Senin (22/02).
Neneng menjelaskan bahwa saat gerhana matahari total terjadi, akan ada kegelapan selama beberapa menit, biasanya sekitar 4-5 menit.
Saat gelap seperti itu, pupil mata akan mengalami pelebaran dari 1–2 mili pada saat siang (terang) menjadi sekitar 6-8 mili saat gelap.
Karena proses gelap itu terjadi hanya dalam waktu beberapa menit, kemudian dalam waktu singkat muncul cahaya yang besar, cahaya matahari akan masuk ke mata akan terlalu besar sebab pupil mata masih lebar.
“Di sinilah bahayanya kalau cahaya inframerah, ultraviolet, dan sinar gamma dari matahari itu masuk terlalu banyak saat pupil mata masih melebar,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Neneng, berpotensi merusak syaraf mata yang bisa mengakibatkan kebutaan permanen, bisa terjadi seketika dan bisa juga berangsungr-angsur dalam beberapa waktu.
Oleh karena itu dr. Neneng meminta masyarakat untuk tidak menyaksikan langsung proses gerhana matahari total sekalipun menggunakan kacamata.
Kalau ingin menyaksikan gerhana, bisa melihatnya lewat pantulan di air atau melalui celah/lubang kecil. Di sini sinar yang masuk di mata bisa diminimalisasi, atau lewat celah-celah pepohonan sehingga sinar tidak terlalu besar masuk ke mata.
Ketika ditanya efektivitas kacamata khusus yang akan dibagikan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kepada masyarakat, Neneng menegaskan kembali bahwa sampai saat ini belum ada alat yang dinyatakan sangat aman untuk menfilter sinar-sinar berwarna dari matahari masik ke mata saat gerhana itu.
Sekitar 5.000 wisatawan asing dan domestik diperkirakan akan menyaksikan gerhana matahari total dari perbukitan di Desa Ngatabaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pada tanggal 9 Maret 2016, yang diperkirakan terjadi sekitar pukul 08.35 WITA selama sekitar 2 menit.
Hasan Bahasuan Institute (HBI) selaku penyelenggara festival seni-budaya GMT di Desa Ngatabaru itu akan membagikan sekitar 10.000 kacamata khusus kepada masyarakat untuk menyaksikan peristiwa alam yang langka itu, sedangkan Dinas Periwisata dan Ekonimo Kreatif Sulteng akan membagikan 6.000 kacamata.
Gerhana matahari total di Sulteng dapat disaksikan dari sejumlah tempat di Sulteng, yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi, Parigi Moutong, Poso, Tojo Unauna, dan Banggai.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara