Padang, Aktual.com – Pakar perikanan Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat (Sumbar) Dr Eni Kamal, menilai kematian ikan budi daya keramba di Danau Maninjau, Kabupaten Agam terjadi akibat kelebihan kapasitas danau yang tidak sebanding dengan populasi.
“Persoalan ini terus berulang, masalahnya cuma satu, kapasitas ikan yang dibudidayakan terlalu banyak, tidak sebanding dengan daya tampung danau,” ucapnya di Padang, Senin (22/2).
Ia menyampaikan hal itu menanggapi matinya sekitar 20 ton ikan budi daya keramba jaring apung milik petani di Danau Maninjau, yang terjadi sejak 20 Februari 2016.
Menurut Eni salah satu solusi yang dapat dilakukan agar kematian ikan tidak terus berulang adalah membuat zonasi danau.
“Jadi diperjelas mana daerah untuk budi daya ikan, untuk pariwisata dan kegunaan lainnya,” ujar dia.
Ia menilai komposisi ideal budi daya ikan keramba jaring apung di Danau Maninjau harus dikurangi sekitar 50 persen dari yang ada sekarang.
Eni menjelaskan kematian ikan yang terjadi saat ini disebabkan tumpukan makanan yang jatuh ke dasar danau, kemudian membusuk dan membentuk amoniak.
Saat hujan turun, air danau akan berputar dan membawa amoniak tersebut naik ke permukaan dan menyebabkan kadar oksigen berkurang sehingga ikan mati, jelasnya.
Ia mengatakan pakan ikan yang diberikan petani tidak semuanya dimakan, ada sekitar 30 persen yang jatuh ke dasar danau.
Ke depan pemerintah setempat perlu melakukan sosialisasi terhadap permasalahan ini dengan melakukan penyuluhan dan membuat zonasi.
“Jika tidak, maka kematian ikan akan terus berulang akibat tumpukan makanan yang sudah melebihi daya tampung,” ujarnya.
Kasus ini merupakan kematian ikan di Danau Maninjau pertama pada 2016. Sementara pada 2015 sekitar 175 ton ikan keramba jaring apung mati mendadak dengan kerugian sekitar Rp3 miliar.
Kemudian pada 2014 sebanyak 1.087 ton ikan mati, 2013 delapan ton, pada 2012 sebanyak 300 ton, 2011 sebanyak 500 ton dan 2010 sebanyak 500 ton, sebut dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara