Jakarta, Aktual.com — Ketika ada informasi bahwa gerhana akan terjadi pada hari tertentu pada waktu tertentu, maka mereka bersiap dengan kamera dan teropong masing-masing, mencari tempat-tempat strategis untuk menyaksikan peristiwa ”indah” tersebut.

Sungguh sangat jauh dari mengingat Allah SWT, apalagi menyadari itu sebagai peringatan dari-Nya. Kesalahan ini akibat menganggap gerhana sebagai kejadian antariksa biasa, yang bersumber dari sikap mengandalkan sains, tanpa mau mengundahkan berita dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta dan Maha Penguasa Seluruh Alam dengan segenap galaksi dan langit yang ada di dalamnya.

Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, “Ini bantahan terhadap ahli astronomi yang mengira bahwa gerhana merupakan peristiwa biasa, tidak akan maju atau mundur.”

Rasulullah SAW memerintahkan untuk alat ketika melihat kedua gerhana tersebut tanpa Beliau bedakan. Juga ada dalil yang mendukung pendapat tersebut yaitu,

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya, “Jika kalian melihat kedua gerhana yaitu gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan salat.” (HR. Bukhari).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, “Inilah pendapat yang kami nilai kuat. Namun sangat disayangkan orang-orang malah lebih senang melihat fenomena gerhana matahari atau gerhana bulan dan mereka tidak memperhatikan kewajiban yang satu ini. Semua hanya sibuk dengan dagangan, hanya berfoya-foya atau sibuk di ladang. Kami takutkan, mungkin saja gerhana ini adalah tanda diturunkannya adzab sebagaimana yang Allah SWT takut-takuti melalui gerhana ini.”

Ustad Syarif Hidayatullah menuturkan, bagi siapa saja yang melihat gerhana, maka dia wajib menunaikan salat gerhana. Wallahu a’lam, wal ’ilmu ’indallah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakannya.

“Mengenai waktu pelaksanaan salat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang. Salat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk salat. Jadi, jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk salat, maka salat gerhana tetap boleh dilaksanakan,” ujar Ustad Syarif Hidayatullah, kepada Aktual.com, di Jakarta, Kamis (03/03).

Dalilnya sebagai berikut,

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya, “Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan salat.”(HR. Bukhari). Dalam hadis ini tidak dibatasi waktunya. Kapan saja melihat gerhana termasuk waktu terlarang untuk salat, maka salat gerhana tersebut tetap dilaksanakan.”

Adapun hal-hal yang dianjurkan ketika terjadi gerhana yaitu,

Pertama, perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Artinya, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah salat dan bersedekahlah.”(HR. Bukhari)

Kedua, keluar mengerjakan salat gerhana secara berjamaah di Masjid.

Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam Hadis dari ’Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW mengendari kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Rasulullah SAW melewati kamar istrinya (yang dekat dengan Masjid, red), lalu Beliau berdiri dan menunaikan salat. (HR. Bukhari). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah SAW mendatangi tempat salatnya (yaitu Masjidnya) yang biasa dia salat di situ.

Ibnu Hajar mengatakan, ”Yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu salat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.”

Apakah mengerjakan dengan jamaah merupakan syarat salat gerhana?

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, “Salat gerhana secara jamaah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan salat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Rasulullah SAW,

فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا

Artinya, “Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka salatlah.”(HR. Bukhari)

Dalam Hadis ini, Beliau Rasulullah SAW tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa salat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan salat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan salat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika salat tersebut dilaksanakan di masjid karena Rasulullah SAW mengerjakan salat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) doa.”

Ketiga, wanita juga boleh salat gerhana bersama kaum pria. Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,

أَتَيْتُ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ

Artinya, “Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan salat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan salat, saya bertanya, ‘Kenapa orang-orang ini?’ Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Subhanallah (Maha Suci Allah).’ Saya bertanya, ‘Tanda (gerhana)?’ Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari)

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan salat gerhana bersama kaum pria di masjid. Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka salat sendiri di rumah.

Keempat, menyeru jamaah dengan panggilan “ash sholatu jaamiah” dan tidak ada adzan maupun iqomah. Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,

أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.

Artinya, “Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan, ‘Ash Shalatu Jamiah’ (mari kita lakukan salat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim). Dalam hadis ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam salat gerhana.

Kelima, berkhutbah setelah salat gerhana.

Disunnahkah setelah salat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat. Hal ini berdasarkan hadis,

عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:

” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.

ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.

Artinya, “Dari Aisyah, Beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan salat tadi), sedangkan matahari telah nampak. Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah salat dan bersedekahlah.” Bersambung…..

Artikel ini ditulis oleh: