Jakarta, Aktual.com — Ustad Hasanudin menjelaskan kepada Aktual.com, pada Selasa (08/03) di Jakarta, ada delapan aspek penting yang harus orang tua Muslim perhatikan dalam memilih mainan untuk anak-anak. Di antaranya:
1. Mainan yang bersih dan aman
Bermain adalah suatu hal yang sangat menyenangkan dan mengasyikkan, tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang dewasa. Tujuan yang diharapkan dengan memainkan sebuah ‘game’, baik sendiri maupun bersama-sama adalah untuk menghilangkan kepenatan dan kejenuhan setelah melakukan berbagai aktivitas. Selain itu, bermain juga dapat mengolah pikiran dan kemampuan fisik kita selama dilakukan sesuai aturan dan tidak berlebihan.
Namun, satu hal yang perlu diperhatikan ketika memainkan sebuah mainan, terutama mainan Islami, mainan tersebut tidak boleh mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh Allah SWT, misalnya tidak boleh bermain dengan menggunakan barang yang terkena najis. Meskipun sekadar mainan, peralatan yang digunakan tetap harus suci karena najis yang menempel pada setiap alat yang digunakan akan ikut menempel pada anggota badan kita.
2. Memperhatikan waktu
Pernahkah kita memainkan sebuah game yang sangat kita sukai hingga lupa waktu, bahkan saking asyiknya kita sering terlambat menunaikan ibadah salat ? Bagaimana jika hal itu ditiru oleh anak-anak kita ? Tidak hanya itu, pernahkah kita membiarkan anak-anak kita bermain di luar rumah, meskipun hari sudah petang? Jika demikian, berarti kita telah gagal mengenalkan konsep mainan Islami kepada anak.
“Membiarkan anak bermain tidaklah dilarang dalam Islam, tetapi kita harus membatasi dan mengatur waktu yang diperbolehkan dan dilarang bagi anak-anak untuk bermain. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Bila hari telah senja, laranglah anak-anak keluar rumah karena ketika itu setan berkeliaran.”(HR. Muslim)
3. Jujur
Adakah yang masih mengenal permainan congklak? Permainan ini bisa dikategorikan sebagai mainan Islami. Mainan ini tidak hanya mengajarkan konsentrasi dan strategi dalam memperoleh biji-bijian yang digunakan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kejujuran.
Salah satu syarat dalam sebuah permainan Islami yaitu, mainan itu harus bersifat jujur. Meskipun anak-anak sering mengabaikan hal ini, orang tua tetap harus mengajarkan anak agar selalu bermain jujur ketika sendiri atau bersama teman-temannya. Karena anak yang jujur dalam bermain pasti akan disayang oleh teman-temannya.
“Karakter jujur yang dipelihara anak ketika memainkan sebuah permainan akan terbawa ke dalam setiap aktivitas anak sehari-hari. Serta pengawasan terhadap anak ketika bermain akan ikut membantu orang tua dalam memantau tingkat kejujuran anak. Seorang anak yang tidak jujur pada hal-hal kecil suatu saat mungkin saja akan menjadi orang dewasa yang tidak jujur pada hal-hal besar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan syarat sebuah permainan islami, yaitu berlandaskan kepada kejujuran karena kejujuran akan membawa kebaikan. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasululullah SAW.”
“…. Dan, hendaklah kalian jujur sebab jujur menggiring kepada kebaikan dan kebaikan menggiring kepada surga….” (HR. Abu Daud)
4. Tidak mengganggu orang lain
Pernahkah mengalami hal seperti kaca rumah pecah akibat bola yang ditendang oleh anak-anak di tanah lapang, tidur kita terganggu oleh suara teriakan anak-anak yang bermain di samping rumah, atau ada anak yang menangis karena kelerengnya diambil oleh kawannya?
“Perhatikanlah hal-hal yag terjadi di sekeliling kita ketika kita sedang bermain. Apakah permainan yang kita mainkan mengganggu orang lain ? Apakah ada hak orang lain yang terganggu oleh kita ? Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menjelaskan, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya,”(HR. Muslim)
“Jangan sampai keasyikan dan kesenangan kita pada akhirnya hanya akan membuat orang lain merasa terganggu. Hargailah kawan yang bermain dengan kita dan hormatilah tetangga yang hidup berdampingan dengan kita. Ajarkan anak-anak kita untuk melakukan hal yang sama dan latihlah mereka menempatkan diri pada posisi orang lain agar anak-anak kita tidak akan bermain seenaknya yang dapat merugikan orang lain.”
5. Tidak bertengkar
“Anak-anak kecil memang belum dewasa. Kita bisa melihatnya dalam berbagai kesempatan ketika anak-anak menangis atau bertengkar setelah memainkan sebuah game. Bahkan, kadang-kadang di dalam pertengkaran itu ada salah seorang temannya yang berperan sebagai penghasut. Bukannya melerai, ia justru membuat pertengkaran makin menjadi-jadi.”
“Kejadian seperti itu sangatlah wajar mengingat anak-anak belum begitu mengerti efek yang ditimbulkan dari pertengkaran itu. Akan tetapi, sebagai orang tua, kita harus dapat bertindak cepat. Ketika melihat anak-anak kita bertengkar, bergegaslah untuk melerainya. Setelah itu, ajarkan anak untuk meminta maaf dan memaafkan satu sama lain. Dengan demikian, permainan akan kembali menyenangkan.”
6. Memiliki manfaat
“Untuk apa melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya? Tentu hal itu hanya membuang-buang waktu, energi, dan pikiran. Sebelum memutuskan untuk memainkan sebuah permainan, telitilah permainan tersebut memiliki manfaat atau tidak. Sebuah mainan islami akan mengutamakan agar ada manfaat yang terkandung di dalamnya. Orang tua perlu membantu anak-anak agar tidak memainkan permainan yang hanya memunculkan kerugian dan tidak memberikan manfaat apa pun kepada mereka.”
7. Memilih permainan yang minim dampak negatifnya
“Di zaman ini banyak sekali permainan dan mainan yang lebih dominan efek buruknya dibanding efek positifnya. Contohnya, Play Stasion, game online dan yang semisalnya. Permainan seperti ini tentunya harus dihindari. Berilah alternatif permainan lain yang bukan hanya menyenangkan, namun juga menyehatkan dan tidak menguras ‘kantong’ orang tua.”
8. Ada bermain dan ada saatnya belajar
“Tidak benar bila anak dibiarkan bermain sepanjang hari. Namun anak harus dibiasakan membagi waktu dengan baik. Kejenuhan, ketidak tertarikan belajar, tidak bisa diam dan ketidak fokusan belajar pada anak kecil sangat mungkin terjadi. Kita justru berusaha mengajarkan kepada mereka, bagaimana melewati semua itu menuju keseriusan belajar sesungguhnya. Kita perlu memberikan kejelasan kapan saatnya serius belajar, kapan saatnya mereka sedang bermain.”
“Contoh sederhana, Ketika jam bermain belum ada aktifitas belajar, anak dibiarkan melakukan aktifitas bermain. Bahkan akan baik sekali bila orang tua ikut terlibat dalam permainan mereka. Namun, saat mereka memulai sebuah pembelajaran, maka saat itu keseriusan ditunjukkan oleh orang tua sekaligus terus diingatkan pada anak. Di setiap pembelajaran ada waktu kosong perpindahan dari pembelajaran satu ke pembelajaran lain. Di situ pula anak bisa mengekspresikan keinginan bermainnya beberapa saat.” Bersambung…..
Artikel ini ditulis oleh: