Jakarta, Aktual.com — Rumah merupakan sebuah bangunan yang mempunyai fungsi tempat tinggal dan berkumpul suatu keluarga. Rumah juga menjadi tempat seluruh anggota keluarga berdiam dan melakukan aktivitas yang menjadi rutinitas sehari-hari para penghuninya. Ada juga definisi rumah yang merupakan jantung kehidupan yang semestinya dapat menjadi sumber kedamaian, sumber inspirasi, dan sumber energi bagi pemiliknya.
Ustad Muhamad Ghozali, MA, menjelaskan, bahwa bicara tentang susunan rumah dan tata letaknya tidak ada perbedaan antara rumah seorang Muslim dengan rumah orang kafir. Mulai dari bentuk rumah, warna, dan bahan bangunan rumah.
“Dalam hal ini ada persamaan, dan bukan merupakan tasyabbuh yang diharamkan karena hal ini sudah bersifat umum. Namun jikalau bangunan rumahnya berbentuk seperti candi-candi atau tempat peribadahan orang kafir dan Musyrik maka dilarang, karena termasuk dalam tasyabbuh terhadap perkara yang menjadi kekhususan mereka. Dan bahaya tasyabbuh dengan mereka adalah akan membawa hati kita ke arah tumbuhnya rasa cinta dengan mereka, sedangkan cinta macam ini adalah sebuah cinta yang diharamkan dalam agama kita bahkan kalau cinta tersebut disebabkan karena membanggakan agama mereka maka akan menjatuhkan ke dalam salah satu pembatal-pembatal agama Islam,” urai Ustad Muhamad Ghozali, MA, menjelaskan kepada Aktual.com, di Jakarta, Rabu (16/3)
“Sebenarnya yang menjadi pembeda antara rumah orang kafir dengan rumah seorang muslim adalah keadaan yang ada di dalamnya, dari adab-adab dan akhlak-akhlak islami yang mulia yang dimiliki keluarga Muslim dari agamanya, yang akan menjunjung derajat mereka dengannya di dunia ini dan membedakan mereka dengan seekor binatang yang tidak memiliki peradaban, seperti keadaan orang-orang kafir yang tidak memiliki peradaban dan akhlak-akhlak mulia pada rumah-rumah mereka,” jelas ia menambahkan.
Meskipun demikian, masih dari Ustad Ghozali, kita tidak boleh bermudah-mudahan dengan terus meniru setiap apa yang datang dari mereka (desain orang kafir), karena hal itu lambat laun akan menimbulkan rasa dalam hati kita berupa kecintaan kepada mereka. Dan, akhirnya selalu terpaut dengan setiap model yang datang dari mereka dan meninggalkan sedikit demi sedikit rasa percaya diri kita sebagai seorang Muslim.
Sehingga, lanjut ia, Muslim harus membedakan dirinya dengan mereka (orang kafir) dalam setiap urusan mereka. Dalam hal ini rumah seorang Muslim harus menghindari segala perlengkapan yang sifatnya bermewah-mewahan, yang mana hal itu menghilangkan karakteristik seorang Muslim yang mendambakan hidup mulia di Surga Allah SWT
Ia kembali menjelaskan, alangkah baiknya apabila kita ingin membangun atau membeli rumah, hendaknya kita memperhatikan beberapa aturan Islam dalam menata atau mendesain rumah.
Selain itu, sambungnya, juga memperhatikan lingkungannya. Karena rumah adalah cermin bagi penghuninya. Bagi mereka yang menyukai kebersihan, maka akan tampak keadaan rumahnya selalu bersih. Bagi mereka yang suka seni dan keindahan, maka akan tampak bangunan rumahnya berarsitektur indah dan dikelilingi oleh aneka rupa bunga dan ornamen lain yang bernilai seni dan keindahan.
Demikian juga bagi mereka yang mempunya ‘ghirah Islam’ dan mencintai sunah, maka akan tampak desain dan ornamen rumahnya sedikit banyak akan tersentuh corak Islam dan mengikuti gaya sunah.
“Akan tetapi yang harus diingat oleh seorang Muslim adalah, janganlah rumah dijadikan wahana ajang pamer dan gengsi sehingga menjadikan sibuk berlomba-lomba dalam mempermegah rumah. Janganlah melalaikan dan melupakan berlomba yang lebih baik dari itu, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan dan takwa,” kata Ustad Ghozali.
Disebutkan dalam Hadis bahwa kesederhanaan adalah bagian dari iman. Rasulullah SAW bersabda,
أَلَا تَسْمَعُونَ إِنَّ الْبَذَاذَةَ مِنَ الْإِيمَانِ، إِنَّ الْبَذَاذَةَ مِنَ الْإِيمَانِ
Artinya, “Dengarkanlah sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari iman, sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari iman.“(HR. Abu Dawud)
Bila seseorang senantiasa berusaha melengkapi peralatan yang sifatnya bermewah-mewahan, maka hal ini menjadi cerminan akan kecintaannya dengan kehidupan dunia, yang lalai dengan tujuannya, karena kemewahan itu akan membuatnya lupa tujuan, timbullah saling merendahkan antar sesama, sifat ujub, sombong dan angkuhpun mengikutinya. Allah SWT pun telah mengingatkan keadaan manusia yang lalai dengan tujuannya untuk apa dia diciptakan di dunia ini dengan firman-Nya,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ. كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ. كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ. لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ. ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ. ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”(At Takasur : 1-8). Bersambung………
Artikel ini ditulis oleh: