Jakarta, Aktual.com — Memasak atau membuat makanan merupakan aktivitas yang banyak dilakoni oleh para wanita sejak dahulu. Meski sekarang tidak sedikit para pria yang pandai memasak (jago memasak), namun dalam kehidupan rumah tangga, memasak tetap harus diperani oleh seorang wanita (atau istri).

Mungkin aktivitas ini terdengar sedikit mudah akan tetapi pada prakteknya tidaklah semudah itu. Karena terkadang seorang istri yang mengaku bisa masak pun suka dihampiri rasa tak percaya diri ketika masakannya harus dicicipi oleh mertuanya.

Latas apakah memasak hanya kita lakukan untuk hal tersebut?. Jangan salah karena sebenarnya dari memasak Anda bisa membuat sebuah ladang pahala. Akan tetapi bagaimana caranya membuat kegiatan tersebut menjadi sebuah ‘ladang pahala’ bagi seorang istri?. Berikut pejelasan dari Ustadzah Nurhasanah kepada Aktual.com, Senin (11/04), di Jakarta.

“Seorang istri yang pintar memasak akan membuat suaminya betah di rumah dan enggan membeli makanan di luar. Masakan yang enak bisa menjadi salah satu ‘perekat’ cinta seorang suami kepada sang istri, dan memasak serta menyiapkan makanan untuk menyenangkan suami bisa menjadi ladang pahala, jika hal itu diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT,” tutur Ustadzah Nurhasanah.

“Memasak dan meyiapkan makanan untuk suami adalah ladang pahala bagi seorang istri. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi seorang istri untuk menyiapkan makanan bagi suami dan keluarganya sebaik mungkin. Tentu saja pekerjaan memasak tidak hanya sekedar kegiatan meramu bumbu dan bahan makanan hingga tercipta masakan lezat yang siap santap. Namun memasak juga bisa menjadi media seorang istri untuk memikirkan dan mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadanya. Jika kita cermati, semua makanan yang kita makan adalah rezeki yang telah ditentukan Allah SWT untuk kita. Karunia ini terlimpah dengan begitu mudah kepada kita setelah melalui proses campur tangan banyak orang,” jelasnya lagi.

Ustadzah Nurhasanah menganjurkan, umat Muslim harus memperhatikan sayur-sayuran yang diasupnya. Anda akan mendapati bahwa di sana ada orang-orang yang menanamnya, ada yang mengumpulkan panennya, ada penjualnya, serta masih banyak lagi manusia yang berperan serta di dalamnya.

Mereka dijadikan Allah SWT untuk melayani kita dan anggota keluarga kita. Padahal pada hakikatnya, Allah-lah yang menanam dan menghidupkan sayuran tersebut, Allah SWT berfirman,

أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ

أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ

Artinya, “Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?”(Al-Waqi’ah : 63-64).

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ

رِزْقًا لِلْعِبَادِ ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ الْخُرُوجُ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.”( Qaf : 9-11). Bersambung…..

Artikel ini ditulis oleh: