Jakarta, Aktual.com — Pemerintah diminta belajar dari pengalaman pahit kerja sama perdagangan bebas dengan China. Pasalnya, dalam kerja sama itu, Indonesia termasuk kedodoran.
Untuk itu, ketika akan menjalin kerja sama dengan Uni Eropa dalam Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), pemerintah dituntut untuk lebih berani menegosiasikan kepentingan nasional, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar belaka.
“Kuncinya, pemerintah harus bisa diversifikasi produk ekspor dari selama ini yang berbasis komoditas ke produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi,” tegas peneliti Core Indonesia, Mohammad Faisal, di Jakarta, Rabu (27/4).
Menurut Faisal, pemerintah harus menyepakati dulu apa-apa saja kepentingan nasional yang akan diperjuangkan dengan Uni Eropa itu.
“Jangan sampai seperti dalam CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area), di mana kita babak belur. Sekali lagi jangan sampai dengan Uni Eropa juga kita menjadi bulan-bulanan dan hanya menjadi pasar mereka,” terang Faisal.
Untuk itu, produk eskpor yang bernilai tinggi harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi jangan sampai produk kita itu head to head dengan produk mereka.
“Kalau seperti itu, dengan daya saing kita yang rendah, kita pasti kalah,” tutur dia.
Dia menambahkan, produk unggulan Indonesia yang bernilai tambah itu antara lain produk manufaktur atau padat karya. Produk seperti ini yang mestinya juga didorong untuk ekspor ke sana.
Selain itu, kata dia, dengan adanya CEPA ini semestinya jangan hanya perdagangan yang dikedepankan. Justru investasi itu juga harus digenjot dari Uni Eropa itu.
“Makanya, inilah pentingnya tim negosiator nantinya harus kuat. Selama ini terkesan banyak cari kerja sama tapi tidak dievaluasi. Jangan beranggapan dengan anggapan setiap ada kerja sama akan untung. Buktinya CAFTA tidak,” cetus dia.
Selama ini pasar Uni Eropa relatif tidak terlalu bagus. Bahkan tidak masuk dalam 10 besar pasar ekspor terbesar. Negara Eropa seperti, Belanda, Jerman, Spanyol, dan Inggris hanya masuk 20 besar tujuan ekspor.
Selama priode 2010-2014, Belanda berada di posisi 11 dengan nilai ekspor US$22 juta (kontribusi terhadap total ekspor nasional sebesar 2,4%), Jerman (13) dengan nilai ekspor US$15 juta (1,7%), Spanyol ((17) dengan nilai ekspor US$11 juta (1,2%), dan Inggris (19) dengan nilai ekspor US$8 juta (0,9%).
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan