Kuta, Aktual.com – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai mengaku institusinya diberikan mandat untuk memberikan bantuan medis, psikologis, psikososial dan lainnya kepada korban sebuah kejahatan. Kemudian, Semendawai melanjutkan, intitusinya juga diberikan mandat memfasilitasi korban untuk mendapatkan restitusi atau kompensasi.
Dalam konteks isu PKI atau komunisme, Semendawai mengaku peristiwa yang terjadi pada tahun 1966 itu merupakan pelanggaran HAM berat.
“Kami harus melaksanakan UU tersebut. Sekarang pertanyaannya, siapa yang disebut sebagai korban. Tentu LPSK tidak bisa menentukan sendiri si A atau si B sebagai korban,” kata Semendawai di Kuta, Bali, Kamis (2/6).
Menurut dia, yang menentukan adalah instansi yang berwenang terkait hal tersebut.
“Untuk korban pelanggaran HAM berat yaitu Komnas HAM. Jadi, kalau Komnas HAM sudah menyatakan bahwa mereka (eks PKI) adalah korban, kami tinggal menindaklanjuti,” papar Semendawai.
Ia melanjutkan, jika dari hasil rekomendasi Komnas HAM nantinya korban eks PKI membutuhkan layanan medis atau psikologis, LPSK akan mengecek kepada yang bersangkutan mengenai kebutuhannya tersebut.
“Kalau memang menurut dokter atau psikolog mereka membutuhkan layanan, ya kita berikan layanan,” ucapnya.
Sejauh ini, kinerja LPSK memberikan layanan kepada korban. “Jadi posisi kita memberikan layanan. Kita tidak dalam posisi melihat apakah seseorang apakah dari partai atau organisasi tertentu. Yang kita lihat status yang bersangkutan secara individu,” tegas dia.
“Kalau Komnas HAM menyatakan mereka adalah korban, ya kita berikan layanan itu,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka