Jakarta, Aktual.com — Transparansi Untuk Keadilan (TuK) Indonesia menyatakan telah terjadi kontradiktif pembangunan antara pembukaan lahan dan kesejahteraan para petani kelapa sawit.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Dari tahun 2008-2013, tutupan lahan perkebunan bertambah mencapai 35 persen atau dari 7,4 juta ha pada tahun 2008 menjadi 10 ha pada tahun 2013.

“Sangat disayangkan, pesatnya pertumbuhan pembukaan lahan hanya didominasi oleh korporasi, sedangkan petani mandiri tidak mendapat perhatian dari pemerintah,” kata Direktur Program TuK INDONESIA, Rahmawati Retno Winarni, Minggu (5/6).

Retnoe menceritakan, kondisi kelompok petani sawit mandiri yang pernah ia temui di Provinsi Riau beberapa bulan lalu, mereka banyak menghadapi kendala untuk mengoptimalkan produktivitas dan menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang berkualitas.

Hal itu disinyalir terjadi karena petani mandiri tidak mendapatkan pendampingan pengelolaan kebun yang baik dan akses terhadap pembiayaan terutama dari perbankan. Sulitnya mengakses pembiayaan perbankan dipicu oleh indikator penilaian bank yang cukup tinggi, seperti penilaian terhadap risiko gagal panen, harga jual TBS rendah dan biaya produksi semakin tinggi.

TuK meminta pemerintah agar memperhatikan para petani kelapa sawit mandiri dengan memberikan akses pendanaan dan pendamping agar terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat di pedesaan.

“Jangan hanya peduli pada perkebunan yang dikuasai korporasi, harapannya pemerintah memberikan perhatian serius kepada petani kecil, terutama dari akses pendanaan, pendampingan dan penyediaan pupuk,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan