Istanbul, Aktual.com – Enggannya Amerika Serikat mengekstradisi Fethullah Gulen, membuat Turki meradang. Dimana AS meminta Ankara untuk lebih dulu menyodorkan bukti kuat keterlibatan ulama tersebut dalam percobaan kudeta yang gagal 15 Juli lalu.

Dalam berangnya, Menteri Hukum Turki Bekir Bozdag mencuatkan kemungkinan meningkatkan kebencian terhadap AS yang dinilai tidak setiakawan. Dan kebencian itu, ujar dia, hanya bisa reda jika negeri Paman Sam meluluskan permintaan untuk mengekstradisi Gulen yang dituding sebagai otak kudeta.

“Ada rasa benci Amerika Serikat, yang besar, di Turki, yang bisa berubah menjadi kebencian. Semuanya di tangan Amerika Serikat untuk menghentikan hal ini,” kata Bozdag kepada stasiun televisi Anadolu, Selasa (9/8) waktu setempat.

Pernyataan keras Bozdag berlanjut dengan mengatakan keputusan ekstradisi Gulen adalah hal politis. “Jika tidak, maka Turki akan dijadikan korban untuk seorang teroris.”

Pernyataan keras tersebut disampaikan di saat Presiden Tayyip Erdogan tengah menyambangi Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin.

Berangnya Turki bukan hanya dialamatkan ke AS semata. Mereka juga ancam batalkan perjanjian tentang pendatang dengan Uni Eropa yang dianggap sama dengan AS.

Negara-negara di Uni Eropa menyoroti soal pembersihan besar-besaran yang dilakukan Ankara pascakudeta gagal dalam tubuh militer, lembaga negara, universitas, sekolah, serta media..

Denmark menyebut tindakan Erdogan “tidak demokratis”. Sementara Austria mengancam akan menghalangi masuknya Turki ke Uni Eropa jika negara tersebut kembali memberlakukan hukuman mati.

Tidak mau kalah, Menteri Urusan Uni Eropa Omar Celik mengancam akan berhenti menerapkan kesepakatan tentang pendatang dengan Uni Eropa jika tidak diberi kejelasan kapan warga Turki dapat mengunjungi Eropa tanpa visa.

Dalam wawancara dengan televisi Haberturk, Celik menyatakan bahwa permintaan Uni Eropa agar Turki mengubah undang-undang terorisme–yang menjadi kunci masuknya Ankara ke dalam blok–justru akan membahayakan keamanan benua tersebut.

Kesepakatan migran Uni Eropa dengan Turki telah berhasil mengurangi jumlah pengungsi dan pendatang ke benua biru yang pada tahun lalu mencapai 1,3 juta orang.

Di tengah buruknya hubungan dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat, Turki berhasil mendapatkan sekutu baru di Rusia. Pejabat tinggi Ankara menyebut pertemuan Erdogan dengan Putin pada Selasa berlangsung dengan “sangat positif.” Putin mengaku berharap hubungan kedua negara kembali normal setelah sempat tegang akibat insiden penembakan pesawat tempur Rusia di kawasan perbatasan Suriah oleh Turki pada November tahun lalu. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara