Manager Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi. (ilustrasi/aktual.com)
Manager Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mempertanyakan legal standing holding energi yang terkesan ‘kejar tayang’ daripada holding sektor lainnya. FITRA melihat adanya celah cacat hukum dari proses holding energi tersebut.

Pasalnya, proses holding yang mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk ke dalam PT Pertamina (Persero) itu terdapat unsur kesengajaan mendorong rancangan peraturan pemerintah (RPP) holding lebih awal dari pada holding lainnya, padahal undang-undang (UU) migas sendiri belum selesai dibahas di Lembaga DPR.

Menurutnya, RPP itu dicurigai punya motif tersendiri untuk didorong terbit mendahului Undang-Undang migas. Perselisihan waktu ini berpeluang besar terjadi pertentangan regulasi antara PP holding energi yang seharusnya mengacu pada UU energi atau dalam hal ini UU migas.

“Kenapa holding energi ini dipercepat prosenya daripada holding BUMN yang lain? Padahal undang-undang migas belum selesai dibahas di DPR. Kalau nanti isinya bertentangan dengan UU migas gimana? Jadi masalah holding ini belum clear di UU,” kata Manager Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi kepada Aktual.com, Senin (15/8).

Lagipula lanjut Apung, RPP holding yang sedang disusun ini juga diduga cacat hukum, pasalnya UU mengenai holding sendiri belum pernah ada, sehingga proses penyusunan RPP tersebut dipastikan tidak ada acuan terhadap UU holding.

“Penafsiran RPP yang disusun ini juga bisa jadi melangkahi UU, karena UU BUMN tentang holding itu sendiri belum ada, yang sudah ada terkait merger, lalu RPP itu mengacu kemana?” Pungkasnya.

Sebelumnya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR-RI, Kurtubi sudah angkat bicar, dia meminta pemerintah tidak terburu-buru melakukan holding energi. Peringatan itu dimaksudkan agar Pemerintah tidak salah langkah dalam aturan hukum.

“Saya imbau pemerintah untuk tahan dulu masalah holding energi. Janganlah ambil keputusan penting bagi negeri padahal kita Komisi VII itu sedang dalam tahapan merevisi UU Migas,” tandas Kurtubi.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menegaskan proses holding yang diinisiasi olehnya tetap terus berjalan, meskipun rencana tersebut menuai kontroversi di masyarakat.

Sehubungan dengan kebijakan holding tersebut tidak membutuhkan tandatangan dari Presiden, atau hanya pada level Kementerian, dia yakin kebijakan tersebut akan berjalan lebih cepat. (Baca: Tak Butuh Persetujuan Presiden, Rini Ngotot Lanjutkan Holding)

(Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka