Pedagang memperlihatkan sejumlah rokok saat menggelar aksi damai Terimakasih tembakau di Jakarta, Selasa (31/5). Dalam aksi tersebut mereka melakukan penolakan terhadap hari tanpa tembakau sedunia yang jatuh pada tagl 31 Mei. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Beberapa hari ini, sebagian masyarakat yang menjadi konsumen rokok dihebohkan dengan kabar kenaikan harga rokok yang per bungkusnya meningkat 100 persen lebih.

Di saat pemerintah tengah mengupayakan kenaikan cukai rokok dan hasil tembakau lainnya, isu kenaikan harga rokok bisa saja langsung dipercaya publik. Kabarnya, kenaikan harga rokok tersebut akan diberlakukan bulan depan.

Salah satu produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menegaskan, isu tersebut sebagai bagian dari isu yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

“Perlu kami sampaikan, bahwa kenaikan harga drastis maupun kenaikan cukai secara eksesif bukan merupakan langkah yang bijaksana,” tandas Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications HMSP, Elvira Lianita, dalam siaran yang diterima, Minggu (21/8).

Sebab mestinya, setiap kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara komprehensif.

“Aspek itu adalah, seluruh mata rantai industri tembakau nasional mulai dari petani, pekerja, pabrikan, pedagang dan konsumen, sekaligus juga harus mempertimbangkan kondisi industri dan daya beli masyarakat saat ini,” ujar dia.

Menurutnya, kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan mendorong naiknya harga rokok menjadi mahal. sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat.

“Jika harga rokok mahal, maka kesempatan ini akan digunakan oleh produk rokok ilegal yang dijual dengan harga sangat murah dikarenakan mereka tidak membayar cukai,” jelas Elvira.

Dia mengingatkan, berdasarkan studi dari beberapa perguruan tinggi nasional, perlu menjadi catatan penting bahwa dengan tingkat cukai saat ini, perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 persen dan merugikan negara hingga Rp9 triliun.

“Kondisi itu tentu saja kontraproduktif dengan upaya pengendalian konsumsi rokok, peningkatan penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja,” terang dia.

Terkait dengan harga rokok di Indonesia yang dibandingkan dengan negara-negara lain, jelasnya, perlu dilakukan kajian yang menghitung daya beli masyarakat di masing-masing negara.

“Memang jika kita membandingkan harga rokok dengan PDB (pendapatan domestik bruto) per kapita di beberapa negara, maka harga rokok di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura,” jelasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: