Direktur Eksekutif Kampanye JATAM, Ki Bagus Hadi Kusuma. (ilustrasi/aktual.com)
Direktur Eksekutif Kampanye JATAM, Ki Bagus Hadi Kusuma. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Melalui penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, sebagai tersangka dalam kasus suap PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) meminta KPK menunjukkan bukti keseriusannya untuk menjadikan kasus itu sebagai pintu masuk bagi korupsi private sector pertambangan.

“Pemberantasan korupsi sektor pertambangan yang dilakukan oleh KPK selama ini baru menyasar pelaku dari pejabat publiknya. Untuk korporasinya masih sebatas sanksi administratif, KPK harus menunjukkan bukti penegakan hukum tidak dilakukan tebang pilih seperti sekarang ini,” kata Direktur Eksekutif Kampanye JATAM, Ki Bagus Hadi Kusuma, Kamis (25/8).

Bagus melanjutkan bahwa Nur Alam dilaporkan menerima USD 4,5 juta dari seorang pengusaha tambang asal Taiwan, Chen Linze, terkait perizinan tambang PT Billy Indonesia.

Chen Linze diketahui sebagai pemilik dari PT AHB yang beroperasi di Bombana dan Buton serta PT Billy Indonesia yang beroperasi di Bombana dan Konawe Selatan. Konsesi tambang nikel dan aspal dari dua perusahaan yang dimiliki Chen linze ini seluas 8.556 hektar. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan perusahaan tambang asal Hongkong, Rich Corp International.

Kemudian terkait upaya pemerantasan korupsi di sektor tambang dimulai oleh KPK sejak 2014 dengan ditandai melakukan Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batubara (Korsup Minerba). Namun sayangnya hingga saat ini, Korsup Minerba dinilai masih ‘mandul’ dan belum bisa menyentuh korporasi sebagai pelaku kejahatan korupsi.

“Penanganan suap perizinan tambang ini harus bisa menyentuh korporasi sebagai pihak yang melakukan penyuapan. Sama halnya dengan kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta yang menyeret Agung Podomoro Land,” tandasnya.

(Dadang Sah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan