Jakarta, Aktual.com – Wacana holdingisasi BUMN saat ini gencar dilontarkan oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno. Konsep ini banyak juga disorot publik, karena dianggap merugikan BUMN lain.
Salah satunya, konsep holding BUMN minyak dan gas (migas) yang dibalut oleh semangat pencaplokan PT Pertamina (Persero) terhadap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Beberapa holding yang diusung Rini, sepertinya terus dikebut. Apalagi saat ini, Peraturan Pemerintah yang mengatur pembentukan Holding BUMN tinggal menunggu untuk ditandatangani Presiden Joko Widodo.
“Saya sih melihatnya, holding migas ini sebenarnya hanya pencaplokan PGN oleh Pertamina. Cuma dibungkusnya itu holding,” tandas mantan Sekmen BUMN Said Didu, di acara diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (17/9).
Meski begitu, dirinya sepakat adanya holding BUMN migas agar terjadi efisiensi. Namun bentuknya bukan seperti saat ini yang hanya aksi korporasi Pertamina dengan mengakuisis PGN.
“Sehingga holdingnya itu tidak murni. Ini tidak jelas. Saya tidak melihat itu holding, itu hanya akuisisi,” tegas dia.
Padahal memang, kata dia, pemerintah mestinya tetap harus punya BUMN yang mengelola gas yang kuat secara 100 persen. Selama ini justru anak usaha Pertamina yaitu PT Pertagas yang mengganggu kinerja PGN di lapangan.
“Sebab selama ini antara PGN dan Pertagas anak usaha Pertamina acap kali bertentangan. Mestinya PGN yang dikuatkan,” jelas Said.
Ke depan, dia berharap, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal distribusi gas bisa lebih lancar lagi. Selama ini, kata dia, terkadang saling overlapping.
Meski begitu, jika dilihat dari kaca mata holding, selama ini memang posisinya Pertamina sudah holding dari anak usahanya yang tersebar dimana-mana. Namun demikian, posisi kinerja Pertamina masih berat mengingat masih banyak utangnya.
“Pertamina sudah holding ya, dia sudah punya 26 anak usahaanya,” tutur dia.
Secara umum, kata dia, Kementerian BUMN sejauh ini tak mempunyai pengaruh sama sekali terhadap kinerja BUMN. Sehingga dengan adanya super holding nantinya Kementerian BUMN itu harus dilikuidasi karena sudah tak dibutuhkan lagi.
“Jadi kalau ada super holding, nantinya Kementerian BUMN itu sudah harus bubar. Karena Kementerian BUMN tidak punya peran apapun dalam mendorong korporasi kecuali membirokrasikan BUMN dan menjadi pintu intervensi nonkoporasi atau politis,” pungkas dia.
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby