Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah - Kinerja PT Perusahaan Listrik Negara. (ilustrasi/aktual.com)
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah - Kinerja PT Perusahaan Listrik Negara. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kinerja PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) makin ke sini kian mengkhawatirkan. Padahal tugas PLN untuk menyukseskan program ketenagalistrikan 35 ribu mega watt (MW).

Menurut Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah menyebut, kinerja PLN saat ini, bukan lagi sangat memprihatinkan, tapi juga kondisinya masih berdarah-darah.

“Jadi kemampuan PLN itu tinggal 1,7 persen dari kemampuan equity-nya. Dengan kondisi ini bukan lagi sangat mengkhawatirkan, tapi sudah bleeding (berdarah-darah) PLN itu,” tegas Said kepada Aktual.com, Selasa (20/9).

Satu sisi, kata dia, dengan kondisi seperti itu di mana PLN sendiri mengemban tugas besar untuk menyukseskan proyek 35 ribu MW. Makanya, ada pemikiran bahwa PLN ini harus diselamatkan.

Namun di sisi lain, kata dia, dengan kondisi keuangan kas negara yang masih berat, tentu untuk menyelamatkan PLN menjadi pekerjaan yang berat.

“Apalagi PLN itu masih banyak masalah. Soal subsidi saja tidak jelas datanya. Kenapa harus diselamatkan terus?” tegasnya.

Untuk itu, kata Said, dengan kondisi seperti itu dirinya ragu kalau proyek 35 ribu MW bakal berjalan sukses di tangan PLN.

“Makanya kalimat saya, PLN itu sudah bleeding. Bahkan dengan kondisi itu, apa yang yang bisa dijual oleh PLN? Maksudnya, kalau pun PLN mau jual bond (obligasi) juga tidak dipercaya pasar,” tandas dia.

Makanya, kata dia, PLN harus punya keberanian untuk menaikan tarif yang RT (rumah tangga) 450 volt amphere (VA), yang saat ini masih sebanyak 60 persen.

“Kalau seperti itu terus dan mereka itu rata-rata bayar listrik sekitar Rp20 ribu. Dan itu puluhan tahun tidak naik-naik. Kan pemerintah juga tidak benar. Tapi ingat subsidi tetap masih dibutuhkan, yang penting tepat sasaran,” tandasnya.

Sejauh ini, Banggar DPR sendiri menyayangkan data yang digunakan PLN untuk mengucurkan subsidi. Dari data PLN penerima subsidinya sebanyak 45 juta RTS (Rumah Tangga Sasaran). Kata dia, kalau begitu berarti yang miskin itu 180 juta orang.

“Itu data dari mana, berarti kan memang datanya asal-asalan. Ini yang mau kita luruskan,” jelas Said.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka