Jakarta, Aktual.com – Hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2016 menunjukkan adanya pembebanan biaya-biaya yang semestinya tak terjadi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Terhadap SKK Migas ini, menurut Ketua BPK, Harry Azhar Azis, lembaga pemeriksa ini telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
“Audit ini dilakukan terhadap perhitungan bagi hasil dan komersialisasi migas pada SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS),” ungkap Harry saat Sidang Paripurna DPR, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (4/10).
Menurut dia, dengan praktik di SKK Migas yang seperti itu, dari temuan BPK berhasil diungkap adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery.
“Angka pemebebanan biaya itu sebesar Rp209,88 juta dan US$194,25 juta atau totalnya ekuivalen senilai Rp2,56 triliun,” tegas Harry.
Harry menegaskan, laporan keuangan SKK Migas juga di 2015 lalu sendiri memperoleh opini Tidak Wajar (TW), padahal dalam empat tahun sebelumnya memperoleh WTP.
Opini TW itu diberikan, kata Harry, karena, pertama, pengakuan kewajiban diestimasi atas imbalan pasca kerja berupa Manfaat Penghargaan atas Pengabdian (MPAP), Masa Persiapan Pensiun (MPP), Imbalan Kesehatan Purna Karya (IKPK), dan Penghargaan Ulang Tahun Dinas (PUTD) senilai Rp1,02 triliun, tidak disetujui oleh Kementerian Keuangan.
“Serta berkenaan dengan tidak adanya pemutusan hubunga kerja (PHK) terhadap pegawai BP Migas pada tanggal 13 November 2012 lalu itu,” ujar Harry.
Kedua, adanya piutang abandonment and site restoration (ASR) kepada delapan KKKS senilai Rp72,33 miliar belum dilaporkan.
“Meskipun kewajiban pencadangan ASR telah diatur dalam klausul perjanjian (production sharing contract),” pungkas Harry.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan