Jakarta, Aktual.com – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan mahalnya biaya untuk proses distribusi gas bagi industri turut memicu tingginya harga bahan bakar tersebut untuk sampai ke pengguna.
“Biaya distribusinya itu macam-macam, tidak seragam,” kata Airlangga ditemui usai melakukan rapat terbatas mengenai Kebijakan Penetapan Harga Gas untuk Industri bersama Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta pada Selasa (4/10).
Harga gas untuk industri di Indonesia yang bernilai 9,5 dolar AS per MMBTU (Million Metric British Thermal Unit) masih lebih tinggi dibanding harga yang dipatok di negara tetangga ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, dan Singapura.
Biaya distribusi gas itu juga dipengaruhi oleh depresiasi pipa gas yang penerapannya berbeda-beda di masing wilayah di Indonesia.
“Depresiasinya itu ada yang didepresiasi lima tahun padahal pipa bisa dipakai 20 tahun. Kalau standar akuntansi di Amerika itu pipa 20 tahun. Di kita ada yang lima tahun, ada yang 15 tahun tidak sama itu,” ujar Menteri dari Partai Golkar ini.
Dia mengatakan pemerintah khususnya BUMN terkait sektor migas berencana menyesuaikan waktu depresiasi pipa menjadi 30 tahun.
Penyewaan fasilitas regasifikasi untuk mengubah gas alam cair menjadi gas setelah sampai di terminal tujuan juga dinilai masih mahal.
Pemerintah berencana menyederhanakan rantai pasok gas kepada industri dengan mengoptimalkan sejumlah ladang gas yang belum tergarap.
Presiden Joko Widodo memberi arahan agar harga gas untuk industri dapat ditekan menjadi paling tinggi enam dolar AS per MMBTU sehingga sektor industri di Tanah Air berdaya saing dengan industri di negara lain ASEAN.
Sejumlah kementerian terkait yaitu Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Bidang Kemaritiman, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian ESDM akan mendiskusikan upaya penyesuaian harga gas untuk industri hingga pada November 2016 untuk diberlakukan secara efektif pada Januari 2017.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan