Jakarta, Aktual.com – Di tengah kinerja sektor jasa keuangan yang masih melambat dan beberapa bank seperti PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mengalami likuiditas ketat, tapi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kondisi stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia masih berada dalam kondisi yang normal.

Menurut Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK, Slamet Edy Purnomo, pasar keuangan dunia pada September 2016 bergerak mixed. Pergerakan mixed ini, terutama di pasar saham dan nilai tukar global, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian dari pemulihan ekonomi global.

“Sentimen dari stance The Fed terkait kenaikan Federal Funds Rate (FFR), pergerakan harga minyak, dan permasalahan Deutsche Bank telah memengaruhi kondisi pasar keuangan domestik,” tuturnya di Jakarta, Jumat (14/10).

Meski begitu, imbas dari keberhasilan tax amnesty periode I dan sentimen positif dari kenaikan harga minyak serta komoditas berdampak positif ke pasar keuangan domestik, terutama pada paruh kedua bulan September 2016. Seperti di pasar modal dan Surat Berharga Negara (SBN).

Namun di sisi lain, OJK terus memantau fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) yang belum tumbuh cepat.

Dari beberapa indikator, pertumbuhan kredit perbankan per Agustus 2016 tercatat sebesar 6,83% (yoy) atau turun dari pertumbuhan kredit pada Juli 2016 di level 7,74%.

“Pelemahan pertumbuhan kredit tersebut terutama didorong oleh kontraksi kredit dalam valuta asing (valas) sebesar 11,76% (yoy) yang sejalan dengan kinerja eksternal yang masih lemah. Tapi kredit Rmrupiah masih tumbuh baik di level 10,70%,” papar Slamet Edy.

Intermediasi perusahaan pembiayaan, lanjutnya, mulai menunjukkan arah perbaikan, piutang pembiayaan per Agustus 2016 tumbuh 0,87% (yoy) atau naik dari Juli 2016 sebesar 0,36% yang didorong oleh pembiayaan konsumen khususnya sektor perdagangan, restoran dan hotel.

Sementara risiko kredit LJK terpantau masih relatif tinggi. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 3,22%, meningkat dibanding posisi Juli 2016 sebesar 3,18%, sedangkan NPF tercatat relatif stabil pada level 2,22%.

“Meski begitu, kami melihat likuiditas dan permodalan LJK masih berada pada level yang baik. Alat likuid yang dimiliki oleh perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit,” tegas dia.

Dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per Agustus 2016 mencapai 23,26%.

Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) berada pada level 513% (asuransi jiwa) dan 267% (asuransi umum), jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.

“OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit,” bebernya.

Ke depan, kata Slamet Edy, OJK melihat kondisi likuiditas dan permodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi.

“Kebijakan itu sambil dibarengi dengan membalikkan tren kenaikan NPL melalui strategi mitigasi risiko yang memadai,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka