Dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Nawacita. (ilustrasi/aktual.com)
Dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Nawacita. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hafisz Tohir menyebut, konsep Nawacita yang selalu diagung-agungkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) sejak kampanye dulu, ternyata hingga sudah dua tahun memerintah masih juga belum terealisasi.

Indikator kemunduran perekonomian masih cukup kuat. Seperti daya beli yang makin melorot, kesenjangan dan kemiskinan yang masih belum bergeser, swaenbada oangan yang gagal, serta utang luar negeri yang menumpuk.

“Yang terjadi saat ini, Nawacita ini hampir hanya menjadi perhiasan saja, nampaknya. Jadi enak dilihat, tapi mahal ‘dibeli’,” kata Tohir beranalogi, di Jakarta, Jumat (21/10).

Bagi dia, konsep Nawacita itu bagus, dan jika menjadi kenyataan akan lebih baik lagi. “Tapi barang (Nawacita) yang bagus, kalau tak dirawat lama-lama akan rusak,” kata dia.

Sejauh ini, empat hal penting masih belum teratasi pemerintah. Justru yang ada malah makin memburuk. Seperti soal daya beli masyarakat yang semakin melorot jauh, tak bisa berhasil menurunkan rasio gini atau kesenjangan antara kaya dan miskin, gagal dalam swasembada pangan.

“Serta tak berhasil menekan hutang luar negeri. Itu masalah yang ada di pemerintahan Jokowi-JK dan belum terselesaikan,” cetusnya.

Berdasar data Bank Indonesia, per Agustus 2016, utang luar negeri mencapai US$ 323 miliar atau setara dengan Rp4.216 triliun dengan asumsi kurs Rp13.057 per US$.

Termasuk laju pertumbuhan ekonomi sendiri masih belum mengggembirakan. Sekalipun alasan pemerintah karena eranya berbeda. Tapi jika dibandingkan dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, memang masih jauh.

Pertumbuhan ekonomi di era SBY-Boediono sempat mencapai di kisaran 6,5–6,7 persen. Saat itu, menjadi terbaik kedua setelah China. Tak hanya itu, laju ekspor Indonesia juga mencatatkan rekor baru pada 2013.

“Dalam sejarah Indonesia merdeka, di tahun itu nilai ekspor kita mencapai US$ 230 miliar,” jelas Tohir.

Dalam sektor pangan dan industri juga dinilai gagal. Sehingga yang terjadi di negeri ini adalah terus dibanjiri produk- produk impor.

“Untuk itu, perlu terus mengevaluasi kinerja para menteri ekonominya agar bisa menepati janjinya ketika pada debat Pilpres 2014 lalu, yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi di angka 7 persen,” tandas dia.

Makanya, ungkap Tohir, pemerintah ini harus terus dikritisi. “Karena jika tak dikritisi, dikhawatirkan pemerintah akan lupa terhadap janji-janjinya di kampanye Pilpres dulu demi memberi kesejahteraan rakyat,” pungkas dia.(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid