Jakarta, Aktual.com – Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio meminta pemerintah tidak melanjutkan rencana pembentukan perusahaan induk (holding) minyak dan gas bumi dua BUMN yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk.
“Menurut saya, pembentukan ‘holding’ migas ini lebih banyak ruginya daripada manfaatnya bagi publik dan negara, jadi sebaiknya jangan dipaksakan untuk diteruskan,” katanya di Jakarta, Sabtu (24/12).
Agus Pambagio mengatakan, sumber daya migas merupakan kekayaaan, yang semakin penting artinya bagi kehidupan bangsa dan generasi ke depan, sehingga pengelolaannya pun mesti sesuai Pasal 33 UUD 1945.
“Karenanya, mesti hati-hati mengelola migas. Jangan sampai malah merugikan,” ujarnya.
Agus juga mengingatkan, dengan menjadi anak usaha Pertamina, maka fungsi BUMN dari PGN akan hilang.
“Akibatnya, kalau mau jual saham PGN, maka tidak perlu izin DPR, karena sudah tidak lagi berstatus BUMN,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, keberadaan dua BUMN besar yakni Pertamina dan PGN, yang terpisah sekarang ini sudah cukup bagus, sehingga semestinya masing-masing lebih diperkuat dan bukan malah digabung.
Dengan Pertamina dan PGN yang kuat dan berdiri sendiri-sendiri, lanjutnya, juga sudah sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa pada awal Kemerdekaan 1945.
“Jadi, untuk apa digabung, kalau masing-masing bisa besar dan kuat secara terpisah,” katanya.
Oleh karena itu, Agus mengusulkan, Pertamina fokus di hulu migas dengan diberikan dukungan untuk mengelola blok habis kontrak dan mencari ladang yang potensial di luar negeri.
Serta, fokus pula di hilir minyak, karena Pertamina mempunyai tugas penting menyediakan BBM dan elpiji ke seluruh pelosok negeri dan tengah membangun sejumlah kilang BBM untuk kemandirian bangsa.
Sementara, lanjutnya, PGN juga tetap fokus di hilir gas dengan diberikan diberikan dukungan penuh untuk memperluas pasar di dalam negeri.
“Saran saya, anak usaha Pertamina yang bergerak di hilir gas yakni PT Pertagas dimasukkan ke PGN,” ujarnya.
Kalau hal itu dilakukan, tambahnya, maka Indonesia akan mempunyai dua BUMN yakni Pertamina dan PGN yang kuat dan besar seperti Temasek di Singapura sesuai cita-cita Kementerian BUMN.
Agus juga meminta, pemerintah berhati-hati merevisi PP No 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, karena sejumlah pasalnya berpotensi bertentangan dengan UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas yang sedang dalam proses revisi.
“Sebaiknya revisi PP 44/2005 dan penerbitan PP ‘Holding’ itu menunggu revisi UU selesai supaya nantinya tidak tumpang tindih,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan