Jakarta, Aktual.com – Mulai hari ini pemerintah menaikkan tarif pengurusan STNK dan BPKB hingga 2-3 kali lipat. Langkah ini diincar pemerintah untuk menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kenaikan itu dirasa akan memiskinkan masyarakat. Apalagi di saat yang sama tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM) juga naik.
“BBM naik, tarif listrik naik dan PNBP STNK juga naik. Ini semua merugikan daya beli masyarakat. Mestinya mengikuti inflasi yang saat ini sekitar 3%. Itu yang ideal. Bukan seperti saat ini yang terlalu tinggi,” ujar ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, di Jakarta, Jumat (6/1).
Menurut dia, kebijakan kenaikan itu akan menggerus daya beli karena berbarengan dengan kenaikan lainnya. “Jadi momentum kenaikan biaya STNK ini sangat tidak tepat. Setiap tahun bisa dinaikkan tapi mengikuti inflasi,” ungkap Bhima.
INDEF juga menyarankan, dibandingkan menaikkan STNK untuk menambah penerimaan negara, lebih baik pemerintah mengenakan cukai untuk kendaraan bermotor. Dan dengan cukai ini ada dua hal yang didapat sekaligus.
Pertama, untuk instrumen pengendalian agar pemakaian kendaraan bermotor berkurang. Kedua, sebagai pemasukan dari pengenaan cukai juga tinggi.
“Apalagi Indonesia tergolong negara yang sangat sempit menerapkan cukai. Hanya ada tiga barang yang dikenakan cukai, masih sangat sedikit,” terang dia.
Bhima menegaskan, dengan kenaikan yang tinggi tapi pelayanan Polri yang masih buruk, ia meminta pemerintah untuk mencabut PP Nomor 60 tahun 2016 itu.
“Karena PP itu tak ada kajiannya. Sebelum pemerintah mengeluarkan PP atau aturan kenaikan biaya operasional pelayanan masyarakat harusnya ada kajian komprehensif terlebih dahulu,” pungkas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan