Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – CORE Indonesia menyayangkan sikap pemerintah yang mengklaim penurunan Rasio Gini secara marjinal dari 0,402 pada September 2015 menjadi 0,397 pada Maret 2016 jadi 0,394 pada September 2016 adalah buah kesuksesan program-program yang telah dijalankan Pemerintah selama ini.

Padahal tidak demikian. Dari beberapa indikator, penurunan atau peningkatan Rasio Gini biasanya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Jadi jika dalam 1-2 tahun terakhir Rasio Gini menurun, belum tentu disebabkan oleh hasil pertumbuhan ekonomi yang justru melambat.

“Berdasarkan data historis, saat krisis global tahun 2008-2009 dan pertumbuhan PDB pernah jatuh hingga 4,6% , Rasio Gini kita mencapai0,35, lebih rendah dibandingkan saat ini. Namun beberapa tahun kemudian saat ekonomi tumbuh di atas 6%, Rasio Gini juga merangkak naik mencapai 0,41 di tahun 2011-2015,” ujar Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Sabtu (4/2).

Kemudian, Kata dia, apabila dilihat dari perubahan distribusi penduduk menurut golongan pengeluaran, ternyata penyempitan ketimpangan lebih banyak didorong oleh penurunan 20% golongan berpengeluaran tertinggi.

Pada September 2015, 20% golongan berpengeluaran tertinggi mencapai 47,85% dari total pengeluaran penduduk, namun pada September 2016 turun 1,29% menjadi 46,56%.

“Sementara 40% golongan berpengeluaran terendah hanya berkurang 0,34%, dari 17,45% pada September 2015 menjadi 17,11% pada September 2016. Dengan kata lain, kelompok masyarakat ekonomi lemah sebenarnya belum terlalu banyak berubah kesejahteraannya, hanya golongan kaya yang lebih banyak menurun pengeluarannya,” paparnya.

Pasalnya, dia melanjutkan, pendapatan golongan atas banyak dipengaruhi antara lain oleh menurunnya ekspektasi ekonomi (BPS menggunakan data pengeluaran sebagai proxy data pendapatan) dan perlambatan aktivitas ekspor akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global (contoh pelaku bisnis ekspor pertambangan).

“Jadi, perbaikan Rasio Gini juga belum menunjukkan perbaikan pemerataan kesejahteraan yang ideal, yaitu meningkatnya kesejahteraan masyarakat golongan bawah untuk masuk ke kategori menengah. Makanya pemerintah jangan bangga dulu,” pungkas dia.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka