Ferdinand Hutahean menyebut pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. (ilustrasi/aktual.com)
Ferdinand Hutahean menyebut pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengurus Rumah Amanah Rakyat, Ferdinand Hutahaean menyebut Revolusi Mental yang dihembuskan Presiden Jokowi bukanlah kalimat yang baru muncul belakangan ini. Revolusi Mental adalah sesuatu yang biasa diucapkan era Komunis 1948 dimana Partai Komunis Indonesia sedang tumbuh dengan suburnya.

Dia adalah DN Adit seorang tokoh PKI yang menyatakan bahwa Agama adalah candu, maka Revolusi Mental tidak akan pernah berhasil jika rakyat tidak dijauhkan dengan agama. Kalimat Agama adalah candu itu, ujar Ferdinand; sesungguhnya pertama sekali diucapkan oleh Karl Max yang merupakan leluhur Komunis. Itulah Revolusi Mental ala Komunis, yaitu menjauhkan Agama dari rakyat, memisahkan agama dari politik.

“Revolusi Mental menjadi sangat penting bagi perjuangan Komunis. Revolusi Mental yang digagas Komunis adalah sebuah langkah strategis maupun taktis untuk merubah mental rakyat yang terbius oleh agama. Agama telah menjadi jalan keluar bagi pemerintah untuk membius rakyat hingga lupa dengan penderitaan dan kegagalan pemerintah mensejaterakan rakyat. Itulah yang melandasi Karl Max leluhur Komunis untuk menggerakkan rakyat dengan Revolusi Mental untuk bangkit melawan pemerintah. Disitulah titik point Revolusi Mental supaya rakyat berani dan bangkit menuntut haknya kepada Negara atau kepada penguasa,” kata Ferdinand secara tertulis, Selasa (28/3).

Dia memaparkan, ajaran komunis ortodox meyakini bahwa musuh rakyat atau musuh kaum proletar ada dua. Pertama adalah Negara. Negara yang tidak berpaham komunis dianggab akan menindas rakyat. Kedua adalah Agama. Agama dianggab candu yang membius rakyat hingga menjadi terlena. Maka kedua musuh komunis itu harus dilawan dan dienyahkan. Negara harus direbut untuk dikuasai dan kemudian menjadi negara komunis. Untuk itulah kemudian dibutuhkan mental yang kuat dan keberanian yang kuat untuk melawan negara dan merebut negara.

“Itulah sebabnya mengapa kemudian diperlukan Revolusi Mental untuk mewujudkan tujuan revolusi komunis. Maka agama harus dipisahkan dari politik. Itulah Revolusi Mental ala Komunis. Saya ingin mengajak kita semua membandingkan situasinya dengan kondisi sejak pra pilpres 2014, pilpres 2014 hingga era sekarang,” ujarnya.

Pada Era Jokowi setelah berhasil memenangi pilpres 2014 dan merebut kekuasaan negara dengan mengalahkan Prabowo dengan jargon Revolusi Mental, tiba-tiba muncul pernyataan Presiden yang meminta pemisahan agama dengan politik.

Pernyataan itu sontak menjadi kontroversi ditengah publik karena membuka memori publik terhadap pemisahan politik dengan agama ala komunis. Pernyataan itu sontak mendapat penolakan dari publik karena dianggab sebagai kebangkitan sekulerisme, dianggap juga berbau komunis. Sekulerisme dan komunisme bukanlah sesuatu yang lahir dari perut ibu pertiwi, sehingga pernyataan tersebut dianggab tidak pantas oleh publik diucapkan seorang Presiden.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka