Jakarta, Aktual.com – Utang pemerintah Indonesia di bawah duet Joko Widodo (Jokowo)-Jusuf Kalla (JK) terus mengalami peningkatan yang signifikan. Setiap bulan alami lonjakan yang tinggi.
Hingga akhir April 2017, Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total utang pemerintah mencapai Rp3.667,41 triliun, atau meningkat sebesar Rp16,37 triliun dibandingkan bulan sebelumnya di posisi Rp3.649,75 triliun. Dan meningkat lagi dibanding Februari 2017 yang di angka Rp3.589,12 triliun.
Namun demikian pemerintah sendiri masih menganggap santai utang pemerintah tersebut. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, posisi utang pemerintah masih kategori aman, kendati terus meningkat. Terutama jika dibandingkan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Jadi, utang negara kita bagaimanapun juga tidak termasuk kategori tinggi, dibanding negara-negara lain. Ya kita tidak termasuk negara yang bermaslah ya,” klaim Darmin di Jakarta, ditulis Minggu (28/5).
Menurutnya, posisi aman itu, jika dikomparasikan dengan PDB yang masih di posisi sekitar 30 persen. Sementara negara lain, ada yang mencapai 100-200 persen terhadap PDB-nya itu.
“Jangan dilihat kita itu (posisi total utangnya). Makanya, kalau tetap ada utang lihat kita tidak dalam situasi membahayakan,” kilah Darmin.
Data dari DJPPR itu, naiknya utang pemerintah pusat tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp19,85 triliun, namun di saat yang sama terbayarnya utang yang jatuh tempo sebanyak Rp3,49 triliun.
Kemudian, penambahan utang neto tahun 2017 sampai dengan April juga sebesar Rp156,25 triliun yang berasal dari kenaikan SBN mencapai Rp152,08 triliun dan pinjaman sebesar Rp4,17 triliun.
Secara keseluruhan, komposisi utang pemerintah itu berasal dari SBN mencapaip Rp2.932,69 triliun, dan utang berasal pinjaman bilateral dan multilateral sebesar Rp734,71 triliun.
Dan sebagai informasi, indikator risiko utang pada April menunjukkan rasio utang dengan tingkat bunga mengambang sebesar 11,4 persen dari total utang. Sementara dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah sebesar 42 persen.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka