Jakarta, Aktual.com – Syekh Ibnu Athaillah Assakandary berkata:
فَمَنْ رَأَى الكَوْنَ وَلَمْ يَشْهَدْهُ فِيْهِ أَوْ عِنْدَهُ أَوْقَبْلَهُ أَوْبَعْدَهُ فَقَدْ أَعْوَزَهُ وُجُوْدُ الأَنْوَارِ وَحُجِبَتْ عَنْهُ شُمُوسُ المَعَارِفِ بِسُحُبِ الآثَارِ
Artinya:” Maka barangsiapa melihat alam, lantas tidak dapat melihat Allah Swt. di dalamnya, atau di dekatnya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka sungguh ia telah disilaukan oleh cahaya-cahaya dan tertutup dari sumber cahaya (matahari) ma’rifat oleh karena awan-awan jejak wujudnya“
Dalam hikam sebelumnya; pancaran cahaya Allah (1) kita sudah menjelaskan tentang dua konsep cahaya; cahaya yang bisa ditangkap oleh indera; dan cahaya yang hanya bisa ditangkap oleh akal. Cahaya yang hakikatnya hanya bisa ditangkap oleh akal adalah cahaya ketuhanan yang merupakan sumber segala macam cahaya.
Jika kita melihat ke alam semesta ini dan segala yang nampak darinya, lalu kita belum bisa merasakan cahaya ketuhanan ini, sungguh itu berarti mata kita masih terhijab oleh eksistensi material.
Di alam semesta ini, Sang Maha Agung (Allah Swt.) sungguh telah meninggalkan manifestasi dari keberadaan-Nya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid