Surabaya, Aktual.com – Pengurus Wilayah Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Jawa Timur (KA-KAMMI Jatim) menilai tak ada yang salah terhadap apa yang dilakukan oleh Kader KAMMI Komisariat UIN Malang dalam mengutip pernyataan Pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari.
Bahkan menurutnya hal tersebut justru positif karena menunjukan akan kecintaan KAMMI terhadap Tokoh-Tokoh Ulama di Tanah Air. Saat ini pun banyak kader KAMMI berasal dari pondok pesantren NU dan tetap meneruskan tradisi Ahlu Sunnah wal Jamaah (Aswaja).
“Apa salahnya mengutip ucapan Mbah Hasyim. Justru kan ini sangat positif menunjukan kecintaan terhadap Tokoh Ulama Nusantara yang memiliki Kharismatik yang sangat luar biasa. Banyak juga kader KAMMI yang jebolan pondok NU dan tetap meneruskan tradisi Aswaja,” demikian pernyataan Ketua Wilayah KA-KAMMI Jawa Timur, Arbie Marwan kepada awak media, Rabu (4/10).
Menurutnya sama halnya ketika ada anak-anak muda NU yang mengutip pernyataan Bung Karno misalnya. “Berarti mereka juga cinta kepada Founding Father kita. Kan tidak ada yang salah,” tegas dia.
Dia pun berpesan, sudah bukan zamannya lagi untuk mengkotak-kotakan Organisasi Kepemudaan dengan latar belakang Gerakan. Jika itu dilakukan, justru malah akan merusak persatuan.
“Janganlah dikotak-kotakan begitu. Saya ini juga kader NU yang masih tetap menjalankan tradisi Aswaja. Kita ini bangsa yang menghormati jasa Para Pahlawan, dan kita juga bangsa yang menjunjung tinggi harkat martabat Para Ulama. Al-Ulama Waratsatul Anbiya,” pungkasnya.
Sebagai informasi sempat beredar poster ajakan mengikuti Daurah Marhalah I KAMMI Koisariat Ulul Albab UIN Maliki Malang, yang di dalamnya mengutip pernyataan KH Hasyim Asyari yang berbunyi “Pertahankanlah agama Islam, berusaha sekuat tenaga memerangi orang yang menghina al-Qur’an, menghina sifat Allah dan tunjukkanlah kebenaran kepada para pengikut kebatilan dan penganut akidah sesat. Ketahuilah, usaha keras memerangi (pemikiran-pemikiran) tersebut adalah wajib.”
Hal itu lantas mendapatkan respon penolakan dari anak-anak muda NU, dan bahkan ada yang merespon secara berlebihan dengan sebutan “Awas… Bahaya Laten Wahabi”.
Tidak hanya itu, bahkan salah satu cucu Hadlratussyekh KH Agus M. Zaki Hadzik, memberikan tanggapan sekaligus peringatan kepada KAMMI. Pria yang akrab disapa Gus Zaki ini merupakan penerus perjuangan KH M. Ishomuddin Hadzik (kakaknya) dalam mengurus penerbitan kitab-kitab Hadlratussyekh.
Melalui pesan singkat, Gus Zaki mengimbau agar pihak manapun tidak menggunakan perkataan Mbah Hasyim untuk kepentingan permusuhan, apalagi menggunakan kata perang (kata “perang” ditebalkan dalam pesan tersebut). Pasalnya, hal itu dapat menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia.
“Jangan menggunakan dawuh (perkataan, red)-nya Kiai Hasyim untuk mengajak perang yang bisa berakhir dengan perpecahan bangsa Indonesia. Karena beliau juga ikut berjuang membangun bangsa Indonesia,” pesan Gus Zaki.
Senada dengan itu, Kepala Pondok Putri Pesantren Tebuireng KH Agus Fahmi Amrulloh Hadzik (Gus Fahmi) menilai pemahaman aktivis KAMMI soal jihad sangat pendek, hanya mengacu pada “perang” saja. Padahal, kata Gus Fahmi, jihad yang dimaksud Mbah Hasyim dalam kitab al-Mawaidz halaman 33 itu bermakna “menolak”.
“Mereka tahu bahwa dawuh Mbah Hasyim banyak diikuti warga NU. Karena itu, sering mereka kutip dengan diselewengkan maknanya,” jelas Gus Fahmi mewakili keluarga Tebuireng.
Ditanya apakah ini merupakan strategi KAMMI dalam menggaet kader-kader NU, Gus Fahmi mensinyalir kebenaran dugaan tersebut. “Nggih, (pencatutan dawuh Mbah Hasyim itu) untuk propaganda mereka. Terutama terhadap kawula muda NU,” ungkap kiai yang juga guru Bahasa Inggris itu.
Gus Fahmi juga mengkritik KAMMI yang sebenarnya mempunyai latar belakang berbeda dengan kalangan NU. Menilik sejarahnya, KAMMI didirikan oleh aktivis Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) pada 29 Maret 1998.
Dari sisi pemikiran dan gerakan, organisasi yang dideklarasikan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu juga lebih dekat dengan gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) daripada Nahdlatul Ulama.
“Mereka lupa siapa mereka. Sehingga, ketika mereka yang mengutip dawuh Mbah Hasyim, warga NU sulit mempercayai karena latar belakang mereka,” pungkas Gus Fahmi.