Jakarta, Aktual.com – Proyek-proyek infrastruktur yang dibangun pemerintahan Joko Widodo terkesan ugal-ugalan. Padahal yang penting dari itu semua adalah membangun industrialisasi yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat.
Karena selain berkorelasi positif pada pertumbuhan ekonomi, mengatasi pengangguran, melepas ketergantungan barang impor, dan banyak lagi. Tapi dengan pembangunan infrastruktur yang terkesan ugal-ugalan di saat tanpa anggaran hanya menciptakan banyak utang saja.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam tiga tahun terakhir (sejak 2015-2017), pemerintah alokasikan dana infrastruktur sebesar Rp913,5 triliun.
“Nilai itu lebih besar dibanding lima tahun anggaran infrastruktur di pemerintah SBY. Pada APBN 2018, dana infrastruktur kembali naik jadi Rp 410,7 triliun. Tapi pertanyaannya, apakah proyek infrastruktur Jokowi ini dapat mengatasi masalah bangsa ini?” tandas Bin Firman Tresnadi, Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM), di Jakarta, Senin (13/11).
Cuma masalahnya, pembangunan proyek infrastruktur itu tidak memiliki basis industri nasional sebagai jalan menuju kemakmuran rakyat. Justru kegagalan industrialisasi nasional berkonsekuensi serius di Indonesia yakni, meluasnya pengangguran, ketergantungan pada impor, dan lain-lain.
“Cuma anehnya, katanya mau bangun infrastruktur justru pemerintah malah berencana mengorbankan rakyat dengan menghapus kelas golongan pelanggan listrik Rumah Tangga kapasitas 900 VA – 2200 VA,” kritik Firman.
Saat ini, kata dia, pemerintah gagal membangun industrialisasi yang membuat bangsa Indonesia makin kehilangan keterampilan, pengetahuan, kreatifitas, dan lain-lain. “Yang terjadi, kita seolah merasa cukup sebagai bangsa konsumen,” sindir dia.
Kegagalan industrialisasi berkait erat dengan masih berlangsungnya proyek penjajahan atau neo-kolonialisme di Indonesia. Sejarah memperlihatkan bahwa proyek kolonialisme selalu berusaha memblokir upaya kebangkitan industri di dalam negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka

















