Rida Mulyana

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) telah berkontribusi pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Hal itu dipaparkan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana saat menjadi pembicara di Paviliun Indonesia pada Conference of the Parties-23 (COP23) United Nations on Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), di Bonn, Jerman, Selasa (14/11).

“Pada tahun 2015, dalam acara COP 21 Paris, Indonesia mendukung upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim. Tiga pilar penting yang dilakukan Pemerintah dalam upaya penurunan emisi GRK, yaitu pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke sektor produktif, penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23% pada tahun 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi. Hal ini juga sejalan dengan pandangan negara-negara peserta COP yang saat ini sedang melakukan perundingan dalam COP23 di Bonn,” ungkap Rida secara tertulis yang diterima Aktual.com Rabu (15/11)

Rida mengklaim saat ini terdapat beberapa kemajuan dalam pengembangan energi terbarukan, antara lain dengan ditandatanganinya 68 Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT PLN dan Independent Power Producer (IPP) dengan kapasitas 1.189,67 MW hingga November 2017 yang berpotensi menurunkan emisi GRK sebesar 4,76 Juta Ton CO2.

Rida, yang juga selaku Pimpinan Delegasi Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa potensi EBT Indonesia sangat besar yaitu sekitar 441,7 Giga Watt (GW), namun hingga saat ini perannya dalam penyediaan energi nasional masih sangat terbatas yaitu 7,7%, atau terpasang sebesar 8,89 GW atau 2% dari total potensi.

“Masih terdapat peluang dan tantangan yang besar guna mencapai target bauran energi primer pada tahun 2025, kapasitas terpasang energi terbarukan ditargetkan sebesar 45 GW. Lebih khusus akses energi di Wilayah Timur Indonesia belum merata, sekitar 2.500 desa yang dihuni lebih dari 265 ribu rumah tangga sama sekali belum mendapatkan akses energi,” terang Rida.

EBT diharapkan dapat menjadi bagian utama penyediaan energi yang terjangkau serta merata sebagai elemen penting prinsip Energi Berkeadilan. Hal ini merupakan wujud penjabaran Nawa Cita, khususnya Nawa Cita butir ke 6 tentang peningkatan produktivitas dan daya saing masyarakat, dan butir ke 7 tentang kemandirian ekonomi menjadi landasan kuat pengembangan EBT.

Mengacu pada Kebijakan Energi Nasional, yang mengamanatkan peningkatan rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2020, pengembangan EBT 23% pada tahun 2025 serta peningkatan efisiensi energi dengan target 17% pada tahun 2025, diharapkan dapat menguatkan perwujudan energi berkeadilan untuk semua sekaligus mengurangi emisi GRK.

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs