Pengamat Ekonomi Politik Faisal Basri.

Jakarta, Aktual.com – Saat ini ekonomi Indonesia mengalami tren pelemahan secara terus menerus yang memicu turunnya pertumbuhan ekonomi. Keseimbangan ekonomi menunju titik yang terendah. Akibatnya pola kesejahteraan mengikuti pola S yang tidur, bukan S yang tegak. Sehingga kesenjangan pertumbuhan ekonomi dengan negara tetangga akan semakin tertinggal.

“Salah satu sebab terus menurunnya ekonomi Indonesia adalah deindustrilisasi manufaktur secara prematur,” ujar Ekonom Faisal Basri di Jakarta, Rabu (13/12).

Sebelum krisis ekonomi, pertumbuhan industri Indonesia selalu jauh di atas pertumbuhan GDP. Namun GDP Indonesia baru mencapai 28-29 sudah turun terus secara konsisten dan lebih cepat dari negara-negara lain.

Lalu kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berada di level 5 persen? Dirinya mengungkapkan setelah krisis ekonomi dunia pulih, negara yang cepat diuntungkan adalah negara yang mengeskpor produk industri manufaktur. seperti contoh, China tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu karena 94 persen ekspornya berasal dari industri manufaktur. Kemudian Amerika Serikat 62 persen ekspor berasal dari manufaktur bukan minyak dan gas. Justru Indonesia sektor manufaktur hanya menyumbang 38 persen ekspor.

Tidak hanya itu, manufaktur Indonesia menyumbang pajak hingga 30,7 persen. Apabila share GDP naik satu persen saja, maka pajak juga akan naik 1,5 persen

“Indonesia seperti tanaman yang sakit, pohonnya tidak dirawat dan tidak dipupuk maka buahnya akan turun terus,” tegasnya.

Menurutnya, gairah ekonomi sangat ditentukan dengan pergerakan harga komioditi.

“Tidak perlu menteri ekonomi untuk mencapai pertumbuhan lima persen, tapi yang penting menteri agama, agar bisa berdoa lebih banyak karena kita telah mengabaikan industri manufaktur,” candanya.

(Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka