Ilustrasi Tambang Batu Bara (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron meminta pemerintah mengevaluasi kembali efektifitas kebijakan holding yang telah dibentuk, sehingga hal negatif yang terjadi pada holding-holding yang dibentuk jauh sebelumnya, tidak terulang pada holding tambang yang baru dibentuk, maupun holding migas yang dalam waktu dekat akan dibentuk.

Sebab sejauh ini dia melihat holding semen masih kesulitan dalam hal konsolidasi, meskipun realisasi holding sudah dilangsungkan dari tahun 2012. Dampaknya kebijakan itu tidak mampu meningkatkan kemampuan finansial hingga tujuan holding untuk ekspansi usaha tidak berjalan sesuai rencana.

“Holding harus didasarkan pada kajian yang objektif dan komperhensif. Jangan didasarkan atas kepentingan-kepentingan tertentu,” kata dia kepada Aktual.com, Jumat (19/1).

Adapun holding tambang telah resmi terbentuk sejak November 2017, bedanya dengan holding semen, pada anak usaha hoding tambang terdapat saham dwi warna yang menjadikannya tetap sebagai perusahaan BUMN. Hal inilah yang dikabarkan menjadi kendala tesendiri sebagai ganjalan konsolidasi dari aspek akuntan.

Karena jika dipaksakan, akan bertentangan dengan kaidah Peraturan Standar Akuntansi 65 (PSAK 65) dalam neraca laporan keuangan. Sedangkan PSAK 65 juga terintegrasi atau merefer ke International Financial Reporting Standart (IFRS).

“Kalau perusahaan sehat, kenapa mesti diholdingkan? Holding itu menambahkan beban struktur, malah tidak bagus nanti. Biarkan dia berkompetisi dengan suasana sehat,” kata Herman.

Sementara Dosen Akuntansi Universitas Indonesia, Ratna Wardhani mengatakan bahwa kebijakan holding bukan tidak mungkin terjadi kanibalisasi perusahaan yang sehat berbalik menjadi perusahaan sakit.

“Pada bisnis prosesnya tidak gampang, bisa perusahaan yang sehat digabung dengan yang sakit malah menjadi sakit semua perusahaannya,” kata dia.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta