Gas LPG 3kg subsidi terancam menghilang. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan mandiri di sektor energi bisa saja terwujud. Namun, untuk mencapai kedaulatan tersebut membutuhkan usaha yang tidak gampang, bahkan bisa dikatakan “sulit”.  Jangankan berdaulat energi, mencukupi kebutuhan rakyatnya saja pemerintah Indonesia masih terengah-engah dan terpaksa bergantung pada impor.

Nahasnya, program konversi minyak tanah ke LPG melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007, bagaikan ‘lari dari mulut harimau masuk ke mulut buaya’. Kebijakan yang dimotori oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla waktu itu tak mampu menjadi solusi permanen/berjangka panjang, melainkan hanyalah kebijakan semu.

Namun siapa yang menyangka, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji tahun 2007 silam berawal dari teguran Achmad Kalla kepada kakak kandungnya, Jusuf Kalla saat masih menjadi Wakil Presiden periode 2004-2009. Dirinya menegur Wapres JK yang banyak mengelontorkan subsidi minyak tanah. Pasalnya, saat itu masih banyak masyarakat yang menggunakan minyak tanah untuk memasak. Dahulu masyarakat takut menggunakan elpiji karena mudah meledak.

Dinukil dari Detik.com, Achmad Kalla saat itu menghitung pengalihan subsidi ke elpiji melon akan membuat penghematan beban subsidi negara bisa berkurang 3 kali lipatnya. Pemerintah menghitung biaya produksi miyak tanah selisih Rp2.500/ liter, lebih mahal dibanding LPG. Pemerintah berdalih bahwa subsidi minyak tanah tidak tepat sasaran. Dikatakan pengguna minyak tanah dari golongan sangat miskin dan miskin hanya 20 persen, sisanya dikonsumsi oleh golongan menengah dan kelas atas.

Namun setelah dilakukan konversi ke LPG dan seiring meningkatnya pertumbuhan konsumen, dengan sistem subsidi yang sama ‘terbuka’, tentu saja rentan terjadi penyalahgunaan sebagaimana yang terjadi pada minyak tanah. Disamping itu harga LPG juga meroket sesuai dengan permintaan pasar. Pada akhirnya negara makin terbebani dengan membengkaknya impor dan anggaran subsidi LPG.

Elpiji atau LNG?

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka