42554942 - little sibling boy brothers checking there tall each other

Jakarta, Aktual.com – Indonesia darurat gizi buruk, nyatanya sudah menjadi fakta yang mesti dihadapi. Bahkan, organisasi kesehatan dunia WHO pun mencatat 7,8 juta dari 23 juta balita Indonesia mengalami stunting akibat gizi kurang.

Fakta itu sekaligus menempatkan Indonesia dalam lima besar negara dengan kasus stunting terbanyak di dunia.

Stunting menjadi cerminan betapa buruk dan kurang optimalnya gizi yang seharusnya diberikan kepada anak. Sudah saatnya masalah ini menjadi perhatian bersama untuk dicarikan solusi yang lebih serius.

Stunting tidak cuma membuat bayi menjadi kuntet (pendek) namun dapat mendegradasi kecerdasan otak.

Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Rusli S, SpAK, PhD, mengatakan pengentasan stunting yang krusial di Indonesia sekarang ini dapat dilakukan dengan cara menekan peningkatan kasus stunting, memantau pertumbuhan bayi dan balita, hingga melakukan terapi untuk bayi yang membutuhkan.

Menurut dokter anak subspesialisasi gizi metabolik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, mengatasi stunting sekarang ini harus terstruktur.

Kepala Negara diharapkan turun tangan secara langsung, mendorong gerakan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya stunting terhadap keberlanjutan generasi, menyamakan persepsi di antara lembaga pemerintah, melibatkan dan bukan mengucilkan industri, menyatukan langkah untuk mencari solusi, termasuk mencari cara untuk mengantisipasi agar masalah ini tidak berulang.

Stunting, menurut Damayanti, adalah persoalan besar sebab gizi buruk tak sekadar menjadikan bayi kuntet, IQ rendah, namun bisa menyebabkan hilangnya generasi berkualitas dan membuat daya saing bangsa menurun lantaran tak lagi memiliki generasi cerdas bermental pemimpin.

Cara Inklusif Gizi buruk hingga stunting yang mengancam keberlanjutan generasi nyatanya tak bisa diatasi secara hanya oleh satu komponen pemerintahan.

Stunting harus diselesaikan dan diurai dengan cara inklusif, melibatkan multipemangku kepentingan, bukan semata tanggung jawab pemerintah apalagi hanya departemen tertentu.

Artikel ini ditulis oleh: