Bogor, Aktual.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tawarkan teknologi biorefineri sebagai alternatif bahan bakar fosil mendukung kebijakan pemerintah penggunaan biofuel untuk sarana transportasi atau B20.
“Kita perlu memberi solusi pengembangan biomasa agar segera terimplementasi menjadi energi alternatif melalui teknologi biorefineri,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati, LIPI, Prof Enny Sudarmonowati dalam simposium internasional ISIBio ke-5 tahun 2018 di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Ia mengatakan, penelitian pemanfaatan biomasa non-pati sudah cukup banyak dikembangkan para peneliti Indonesia.
Tetapi, pengembangannya belum menyeluruh sehingga penerapan penelitian pemanfaatan biomasa non-pati belum optimal.
Menurut dia, pengembangan teknologi biorefineri untuk mengubah biomasa menjadi biofuel dan produk kimia lainnya menuntut adanya perhatian pada tiga komponen penting.
“Yakni pengembangan teknologi pretreatment biomasa untuk pengembangan teknologi produk enzim sebagai komponen katalisator (biokatalis),” katanya.
Hal kedua yakni, diperlukan pengembangan teknologi produksi enzim sebagai komponen katalisator (biokatalis). “Sampai saat ini enzim yang diperlukan masih merupakan produk impor sehingga berpengaruh di biaya produksi,” katanya.
Komponen ketiga, teknologi fermentasi dan reaksi terpadu. Jika ketiga komponen dapat dipadukan dengan komposisi sumber daya lokal, maka proses produksi akan berjalan lebih efisien sehingga menurunkan biaya produksi.
“Produksi energi alternatif bisa berbiaya murah dan terjangkau, terlebih lagi saat ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan B20 yang mendukung sektor energi alternatif,” katanya.
Kebijakan B20 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yakni optimalisasi penggunaan biofuel untuk sarana transportasi yang mewajibkan penggunaan bahan bakar jenis solar dicampur 20 persen komponen biofuel berbahan dasar minyak nabati.
Kebijakan ini membutuhkan pasokan biofuel yang stabil. LIPI telah mengembangkan teknologi biorefineri berbasis biomasa non-pati untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Dr Yopi menjelaskan, peneliti LIPI telah bekerja sama dalam konsorsium melaksanakan riset biorefineri terpadu untuk mewujudkan produksi energi alternatif dari biomasa yang lebih murah dan efisien.
Ia mengatakan konsorsium ini terdiri dari LIPI meliputi Pusat Penelitian Bioteknologi, Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Biomaterial, dan Pusat Penelitian Kimia dengan dukungan dari program JST-JICA SATREPS projects.
“Salah satu fokus riset yang sedang dikerjakan adalah pengembangan biorefineri terpadu dengan pemanfaatan biomasa dari industri kelapa sawit dan tebu untuk produksi bioetanol dan bioplastik dengan menggunakan mikroba lokal,” katanya.
Yopi menambahkan, melalui hasil riset terpadu konsorsium ini Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI mendapatkan sertifikat sebagai Pusat Unggulan Iptek Biorefineri Terpadu dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
“Kami berharap teknologi biorefineri terus dikembangkan melalui jalinan kerja sama riset yang lebih luas,” kata Yopi yang juga Manajer Proyek Biorefineri.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan