Tulungagung, aktual.com – Puluhan hektare sawah, ladang dan sebagian permukiman di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, hingga saat ini masih terendam banjir dengan ketinggian rata-rata sekitar 80 centimeter.
Pantauan di lokasi, Sabtu 9/3), banjir masih menggenang cukup dalam di areal persawahan Desa Waung, Kecamatan Boyolangu.
Hujan sebenarnya sudah tidak lagi turun. Namun besarnya debit air yang meluber saat banjir bandang pada Selasa (5/3) dan Rabu (6/3) membuat proses surutnya air berlangsung lama.
Si’is, warga setempat, menyebut pemukiman air hingga Jumat (8/3) malam air masih cukup tinggi.
Air mulai surut banyak pada pagi harinya setelah sejumlah warga dan petani membuka pintu air di sungai irigasi dan membersihkan material enceng gondok yang menyumbat aliran pembuangan air.
“Selain masalah di pintu air, ada tanggul yang jebol di sisi barat sana. Kami rencananya menutup kembali tanggul itu, namun karena debit banjir masih tinggi dan merendam tanaman padi hingga ketinggian 50 centimeter, normalisasi kami tunda dulu sampai air banjir benar-benar surut,” katanya.
Kepala BPBD Tulungagung Soeroto memastikan tanggul jebol di sungai irigasi Desa Waung akan ditutup menggunakan puluhan karung yang telah diisi pasir.
Material telah disiapkan. Warga dan petani telah dikoordinasi. Sedianya Sabtu pagi dilakukan kerja bakti masal bersama tim BPBD, TNI dan Polri untuk melakukan pemasangan karung pasir menutup tanggul yang jebol.
Namun rencana itu akhirnya dibatalkan seiring genangan banjir di areal persawahan yang masih tinggi.
“Ya, kami menyesuaikan dengan perkembangan lapangan tentunya. Warga, petani tentu lebih paham dengan kondisi. Kapan waktu terbaik untuk pengerjaan (tanggul jebol),” kata Soeroto.
Plt Bupati Maryoto Bhirowo menyatakan Pemkab Tulungagung akan mengevaluasi kembali penyebab banjir di Desa Waung yang menyebabkan seratusan rumah warga terendam dan berhektar-hektare sawah terendam banjir hingga nyaris menjadi telaga baru.
“Dinas PU pengairan akan membuat kajian dan rencana penanggulangan jangka panjang di alur-alur sungai yang memicu banjir di sana,” kata Mbah To, demikian Bupati Maryoto biasa dipanggil.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin