Jakarta, Aktual.co — Kementerian Luar Negeri Tiongkok, mengkritik Filipina, yang berencana melanjutkan pendirian dan perbaikan bangunan di kawasan sengketa Laut Cina Selatan, dan menyatakan Manila melanggar kedaulatan Tiongkok.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying mengatakan rencana melanjutkan pembangunan di Laut Cina Selatan seperti dinyatakan Menteri Luar Negeri Filipina Albert de Rosario mendapatkan perhatian saksama dari pemerintah negeri Tirai Bambu.

“Mereka menyatakan akan melanjutkan pembangunan bandar udara beserta landasannya dan pembangunan tidak sah lain di Kepulauan Spratly Tiongkok, padahal di sisi lain, mereka mengkritik kegiatan pembangunan Tiongkok di wilayah kami,” kata Hua dalam pernyataan pers harian, dikutip Reuters, Jumat (27/3).

“Hal itu bukan saja melanggar kedaulatan Tiongkok, namun juga menunjukkan kemunafikan Filipina,” kata Hua, sekaligus meminta Filipina segera meninggalkan kepulauan tersebut.

Namun, kementerian luar negeri Filipina menyatakan bahwa proyek yang termasuk perbaikan landasan terbang itu, tidak melanggar kesepakatan “code of conduct” atas sengketa Laut China Selatan dan tidak mengganggu keadaan semula di daerah bersengketa tersebut.

“Code of conduct” ini sendiri telah ditandatangani oleh Tiongkok dan 10 negara Asia Tenggara di Phnom Penh, Kamboja.

Sebelumnya, pada tahun 2014, pembangunan infrastruktur itu telah dihentikan oleh Filipina karena khawatir hal itu berdampak pada pengajuan kasus pelanggaran perbatasan oleh Tiongkok ke abitrase internasional.

Pada Oktober 2014, pemerintah di Manila menyerukan agar semua negara untuk menghentikan pekerjaan konstruksi di pulau-pulau kecil dan terumbu karang di Laut China Selatan, yang banyak wilayahnya diklaim oleh Tiongkok.

Tiongkok sedang mengerjakan reklamasi besar-besaran di wilayah tersebut, ketika Taiwan, Malaysia dan Vietnam juga meningkatkan fasilitasnya di daerah itu.

Pada 2013, Manila telah mengajukan kasus arbitrase atas batas maritim yang diklaim oleh Beijing ke pengadilan internasional di Den Haag. Menteri Luar Negeri Filipina Albert de Rosario berharap akan ada keputusan terkait hal ini pada Februari 2016.

Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying menyatakan mereka tidak akan terlibat dalam kasus tersebut.

Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang diyakini memiliki kandungan minyak dan gas. Selain Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam dan Taiwan juga menyatakan berhak atas wilayah itu, yang dsetiap tahunnya dilewati perdagangan laut senilai 5 triliun dolar AS.

Artikel ini ditulis oleh: