Temanggung, Aktual.com – Pakar pendidikan Jepang Prof Katsujiro Ueno mengatakan agar anak suka membaca, maka orang tua dan guru harus memberi contoh untuk membiasakan diri membaca buku.
“Orang tua harus memberi contoh agar anak suka membaca, selain itu kalau memang anak belum mau membaca guru harus membacakannya nanti lama-lama anak akan meniru kebiasaan membaca tersebut,” katanya di Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (14/9).
Ia menyampaikan hal tersebut dalam Diklat “Sapa Dunia dengan Karya, satu guru menulis jutaan buku” di Pendopo Pengayoman Temanggung yang diikuti 230 guru TK hingga SMA.
Ueno yang juga Sekjen Persahabatan Indonesia Jepang ini menuturkan agar anak suka membaca di rumah harus disediakan meja belajar dan lemari buku untuk anak.
Selain itu, katanya, ajak anak pergi ke perpustakaan dan orang tua perlu memuji kebiasaan anak membaca buku.
Ia menyampaikan tahapan perkembangan anak usia dini di Jepang, yakni usia 3 tahun anak mampu menghitung angka sampai 10, mampu membaca huruf hiragana (50 bunyi) dan membiasakan duduk di meja belajar.
Di usia 4 tahun mampu menulis angka 1-10, bisa hitung 30, mampu menulis nama diri sendiri, dan mampu memegang pensil dengan benar.
Kemudian pada usia 5 tahun anak mengenal dasar hitung penambahan dan pengurangan, menguasai menulis hiragana dan katakana serta belajar membaca jam.
Ia mengatakan anak kelas 4 SD di Jepang mempunyai kewajiban menulis pengalaman hidup singkat selama 10 tahun sejak lahir ditulis dengan tangan.
Kemudian dianjurkan oleh guru untuk menuliskan impiannya untuk 10 tahun kemudian, artinya pada usia 20 tahun saat memasuki usia dewasa nantinya.
“Jadi anak anak kelas 4 diminta menuliskan impiannya yang konkrit nantinya. Contoh ingin menjadi perawat hewan, jadi mereka sudah mulai membaca buku yang ada kaitannya dengan hewan atau apa yang berkaitan dengan impiannya tersebut,” katanya.
Ia menuturkan segala sesuatu rencana apalagi profesi harus ada persiapan, kalau guru harus banyak baca buku. Orang Jepang setelah usia 20 kalau tidak kerja dianggap tidak berhak untuk makan karena tidak berkontribusi, tidak menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada masyarakat.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan