Jakarta, aktual.com – Penggantian istilah “radikalisme” menjadi “manipulator agama” perlu diperjelas maksudnya agar tidak menyempitkan atau malah memperluas makna yang ada dan sudah dikenal baik oleh masyarakat, ujar dosen Departemen Linguistik Universitas Indonesia Dr Untung Yuwono.
“Saya belum melihat urgensi pengubahan istilah ‘radikalisme’ menjadi ‘manipulasi agama’ atau ‘radikalis’ dan ‘teradikalisasi’ menjadi ‘manipulator agama’. Suatu istilah dibentuk dengan landasan kebutuhan untuk menyebut atau merujuk suatu hal, proses, gejala, atau peristiwa,” ujar Untung Yuwono ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, kata “radikalisme” adalah istilah yang sudah dikenal baik oleh masyarakat, baik bentuk maupun maknanya.
Mengenai permasalahan pergantian istilah, ujar dia, tampaknya Presiden Joko Widodo mencari sinonim dari kata tersebut dan itu bisa dilakukan dengan kata yang memiliki istilah semakna dengan kata “radikalisme” atau tunggal makna dan tidak menjadi konotatif.
“Pertanyaannya, apakah makna ‘manipulator agama’ itu sama persis dengan ‘radikalis’ atau ‘orang yang radikal’ seperti halnya ‘injeksi’ dan ‘suntikan’, misalnya? Atau tidakkah itu justru menyempitkan maknanya hanya mengarahkan sifat radikal yang berkenaan dengan agama?” ujar Untung.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengutarakan rencana mengganti kata “radikalisme” menjadi istilah lain, seperti “manipulator agama”.
Usulan itu dia utarakan dalam rapat terbatas penyampaian program dan kegiatan bidang politik, hukum, dan keamanan di Jakarta pada Kamis (31/10).
Mengenai usulan tersebut, Pimpinan Program Studi Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran Dr. Lina Meilinawati Rahayu mengatakan yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo adalah eufemisme atau penghalusan ungkapan yang dirasakan kasar, atau merugikan.
“Dalam bahasa ada yang disebut eufemisme atau ungkapan pelembut. Ini dibuat karena ungkapan lama dianggap kasar atau kurang sedap nilai rasanya. Itu sudah biasa, tapi harus dilihat lagi artinya di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) apa arti manipulator dan radikalisme dan lihat persilangannya di mana,” ujar Lina ketika dihubungi pada Jumat. [Eko Priyanto]
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin