Denpasar, aktual.com – Ibarat minum kopi pahit yang tetap terasa menyegarkan, agaknya aparat pemerintah dan otoritas terkait di Bali harus mengambil risiko berani dengan “menjaga” Pulau Dewata untuk dua tujuan sekaligus, yakni menyelamatkan warga Bali, sekaligus menyelamatkan pariwisata yang ada.
Saat memantau pengoperasian alat thermal scanner di Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali (26/1), Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati meminta Dinas Kesehatan Provinsi Bali agar dapat menyampaikan informasi terkait Virus Corona baru (novel Coronavirus/nCov) yang benar-benar jelas.
“Ini dilematis bagi kami, kalau menyampaikan berita yang belum pasti, maka akan berpengaruh terhadap pariwisata Bali dan menjadi makanan empuk bagi kompetitor. Kita akan langsung diserang,” katanya.
Oleh karena itu, ia meminta informasi tentang virus mematikan itu di Bali harus benar-benar diketahui kebenarannya dan karena itu informasi itu harus melalui “satu pintu” untuk mengantisipasi pemberitaan yang tidak benar, yakni Dinas Kesehatan setempat.
Wagub juga mengajak seluruh pihak untuk secara bersama-sama berupaya mengatasi persoalan terkait Virus Corona agar jangan sampai masyarakat menjadi korban, namun pariwisata juga tidak terganggu akibat informasi yang tidak jelas.
Akibat informasi tentang virus nCov yang jelas saja, wisatawan mancanegara asal China ke Pulau Dewata sangat mungkin menurun. “Penurunan tersebut pasti terjadi. Karena satu jalur penerbangan dari Wuhan ke Bali saja yang ditutup, itu sudah berdampak pada penurunan wisatawan,” katanya.
Namun, penurunan itu akan semakin sulit dipantau bila informasi terkait virus itu tidak jelas. Buktinya, wabah virus yang disebabkan kelelawar-ular itu sempat membuat heboh di Pulau Dewata dengan adanya tiga turis, yakni seorang turis asal Meksiko dan dua turis asal China yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah, Denpasar.
Dua turis China berinisial YM (6) dan QCM (3,7) yang sebelumnya sempat dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, dinyatakan negatif terhadap Virus Corona dan diperbolehkan pulang pada Sabtu (25/1).
“Semua hasil laboratorium negatif, keduanya pulang dari rumah sakit pada 25 Januari 2020 sekitar pukul 15.00 Wita dan kondisinya sudah sehat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, di Denpasar (25/1).
Sebelum turis asing yang masih anak-anak asal Shandong, China, itu, wisatawan berinisial EFC (39) asal Mexico juga dinyatakan negatif terjangkit Virus Corona dan sudah diperbolehkan pulang lebih dulu pada Jumat (24/1) lalu.
“Ada tiga pasien yang merupakan wisatawan asing dibawa ke RSUP Sanglah yang diduga (suspect) terjangkit virus Corona,” kata Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Sanglah Dr dr I Ketut Sudartana.
Penegasan itu seakan meluruskan informasi yang simpang siur terkait jumlah pasien terpapar Virus Corona di Bali yang dikabarkan sebuah media elektronik telah mencapai delapan orang, padahal hingga Senin (27/1) masih tercatat tiga turis asing yang menjalani pemeriksaan pada rongga hidung dan tenggorokan, lalu Badan Litbangkes Jakarta menyatakan negatif Corona.
“Virus” informasi
Baru saja kejelasan tentang informasi adanya tiga turis yang terpapar virus diduga Corona dan dinyatakan negatif itu, ada lagi informasi pasien suspect Corona yakni seorang pramugari yang pulang dari tugas ke Shanghai dan Cangse, China, lalu pulang ke Bali pada 24-25 Januari 2020.
Setiba di Denpasar, sang pramugari itu mengalami deman tinggi dan sempat mendapatkan perawatan di sebuah RS di Denpasar, lalu dirujuk RSUD Tabanan. Setelah dilakukan pemeriksaan dan observasi oleh pihak RSUD Tabanan, ternyata pasien pramugari itu bukan suspect Corona, namun demam biasa.
“Dari pemeriksaan dan observasi yang dilakukan tim dokter RSUD Tabanan terhadap pramugari tersebut, hasilnya diagnosa menyebutkan bronchitis. Pasien belum termasuk tingkatan suspect, hanya karena memiliki riwayat perjalanan ke China, maka dilakukan observasi lebih intensif,” kata Kepala Dinas Kesehatan Tabanan dr Nyoman Suratmika.
Ya, informasi tentang Virus Corona yang tidak jelas sumbernya menjadi “virus” yang tidak kalah mematikan daripada Virus Corona itu sendiri.
Apalagi bila disebar ke media sosial (medsos) jadilah informasi itu menakutkan, membuat panik, dan “membunuh” karakter siapapun yang kebetulan bersentuhan dengan China. Dampaknya publik jadi korban informasi sesat, demikian pula dengan pariwisata.
Informasi tentang upaya menangkal Virus Corona yang jelas dari otoritas yang berwenang, terutama di kawasan wisata seperti Bali nampaknya menjadi hal yang mendesak untuk masyarakat.
Misalnya terkait kesiapan petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Denpasar yang memantau suhu tubuh penumpang di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, atau kebijakan otoritas bandara untuk membatalkan penerbangan khusus rute Wuhan-Denpasar, dan upaya lainnya untuk mengantisipasi Virus Corona. Namun informasi itu juga kini seakan tertutup oleh isu karantina.
Padahal, karantina terkait Corona itu tidak ada di Bali, karena penerbangan masih lancar dari manapun, kecuali rute penerbangan dari Denpasar ke Wuhan atau sebaliknya yang memang dibatalkan sejak 23 Januari 2020 hingga awal Februari 2020 sesuai prosedur internasional.
“Penutupan rute penerbangan ini dilakukan mulai 23 Januari 2020 pukul 11.00 UTC sampai 2 Februari pukul 15.59 UTC,” ujar Communication and Legal Manager PT Angkasa Pura I Kantor Cabang Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Arie Ahsanurrohim.
Ia mengatakan penutupan penerbangan sementara waktu itu sesuai dengan Notam G0108/20 yang diterbitkan oleh International Notam Office Beijing terkait antisipasi penyebaran virus yang awalnya mewabah di wilayah Wuhan tersebut.
“Rute Bali-Wuhan atau sebaliknya yang dibatalkan itu merupakan penerbangan yang dioperasikan maskapai Lion Air dan Sriwijaya Air,” kata Arie Ahsanurrohim.
Kebijakan penerbangan-festival
Sesungguhnya, pembatalan penerbangan yang berdekatan dengan Tahun Baru Imlek itu bukan tanpa risiko pada sektor pariwisata, tapi “pil pahit” dalam kepariwisataan itu terasa “tetap menyegarkan” dari sisi kemanusiaan, kendati kepastian waktunya tidak menentu.
Hal itu mengingat penerbangan yang menghubungkan berbagai wilayah di China dengan Bali, ada 15 penerbangan per hari secara reguler, sedangkan jadwal penerbangan carter yang jika digabungkan keseluruhan bervariasi mencapai 20-25 penerbangan per hari.
“Khusus untuk penerbangan yang menghubungkan Bandara Ngurah Rai dengan Bandara Wuhan, penerbangan tersebut frekuensinya tiga kali dalam seminggu atau penerbangan carter,” kata Arie Ahsanurrohim.
Agaknya, kesiapan pihak bandara itu penting, karena banyak warga China di negaranya yang juga membatalkan perjalanan mereka lewat darat, laut, dan udara, serta membeli masker wajah, serta menghindari tempat-tempat umum seperti bioskop dan pusat perbelanjaan.
Tidak hanya pihak otoritas bandara, namun maskapai nasional Garuda Indonesia juga meningkatkan upaya antisipatif dan kewaspadaan atas merebaknya penyebaran Virus Corona .
“Perhatian serius Garuda Indonesia terhadap upaya antisipatif penyebaran virus tersebut dilakukan dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan penerbangan serta kenyamanan perjalanan udara kepada seluruh penumpang,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.
Meski berat, langkah bijak dari otoritas penerbangan itu juga diikuti Pemerintah Provinsi Bali yang memutuskan untuk mengundurkan pelaksanaan Bali Kintamani Festival yang sedianya digelar 8 Februari 2020, menyusul mewabahnya Virus Corona.
“Penundaan ini dalam batas waktu yang tidak ditentukan, tetapi kami usahakan tahun ini bisa jalan, sambil menunggu situasi di sana (China) kondusif,” kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa.
Penundaan Bali Kintamani Festival yang rencananya akan berlangsung di kawasan Geopark, Kintamani, Kabupaten Bangli itu tertuang dalam edaran tertulis, yang ditandatangani Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.
Bali Kintamani Festival yang pada 2019 digelar dengan nama Balingkang Festival rencananya untuk tahun ini kembali menampilkan parade sebagai bentuk akulturasi budaya antara China dan Bali yang sudah terjalin sejak zaman dahulu dan masih berlangsung turun-temurun hingga sekarang, bahkan di China juga ada perkampungan Bali di wilayah selatan Negeri Tirai Bambu itu.
Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya telah menggandeng Asita yang menangani wisatawan China untuk mendatangkan sekitar 1.500 wisatawan menonton parade tersebut. “Penurunan jumlah kunjungan wisatawan tentu akan terjadi, tetapi saatnya kita untuk introspeksi diri juga,” ujarnya.
Ya, Bali perlu melakukan introspeksi kebijakan kepariwisataan yang ada secara sekala-niskala. “Secara sekala, mungkin saatnya kita mulai berbenah terkait isu-isu masalah lingkungan, sampah, kemacetan dan air bersih di Bali. Saatnya kita membenahi hal itu sambil membidik potensi wisatawan dari luar China. Secara niskala, masyarakat Bali perlu terus berdoa agar wabah penyakit ini bisa segera teratasi dan tidak makin parah,” kata Astawa.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto