Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, bagaimana hukum berzakat dengan hasil korupsi atau harta yang didapat dengan cara yang haram?

Fulan, Jakarta Timur

______________________________

Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh

Diantara makna zakat dalam Al-Quran adalah thaharah (bersih, suci) sebagaimana firman Allah swt :

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya.” (QS. Asy-Syamsy : 9)

Dalam ayat lain disebutkan :

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ

“Sungguh beruntung orang yang membersihkan (mensucikan) dirinya” (QS. Al-A’la : 14)

Dalam literasi fiqih, thaharah atau bersuci itu berlaku bagi benda yang asalnya suci lalu terkena najis atau kotoran. Benda yang terkena najis itu kemudian disebut mutanajjis, seperti baju yang terkena najis. Najisnya harus dihilangkan dan yang tersisa hanyalah bajunya.

Karena itu, benda yang asalnya najis tidak bisa disucikan, seperti kotoran hewan atau kotoran manusia. Jika kotoran atau benda najis dibersihkan maka yang akan hilang semuanya, tanpa ada yang tersisa.

Demikian juga dengan harta. Harta itu diwajibkan zakatnya agar harta tersebut menjadi suci. Tentu dengan catatan harta itu diperoleh dengan jalan dan profesi yang halal.

Sebab meskipun halal, boleh jadi ada polusi atau kotoran-kotoran (syubhat) yang menempel pada harta namun tidak kita sadari. Misalnya memanipulasi jam kerja untuk urusan pribadi, namun tetap menerima gaji dengan nilai yang tetap dan utuh.

Berbeda jika harta itu memang haram karena diperoleh dengan cara atau profesi yang diharamkan, seperti mencuri, korupsi, atau bekerja sebagai kurir miras, narkoba dan lain sebagainya. Jika kondisinya demikian, maka harta tersebut sejatinya adalah kotoran dan najis itu sendiri tidak bisa disucikan atau dizakati.

Cara membersihkan kotoran adalah dengan cara membuang semua kotoran tersebut. Karena itulah, harta yang haram harus dikembalikan kepada yang berhak tanpa terkecuali, hingga tersisa harta yang bersih. Barulan selanjutnya harta bersih yang tersisa bisa dikeluarkan zakatnya.

Demikian, Wallahu a’lam.

Mukhrij Sidqy

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi