Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan pemerintah telah menyiapkan Rp3,1 triliun untuk memberikan subsidi kepada peserta BPJS Kesehatan yang Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III pada 2020.
“Pemerintah telah berkomitmen dan memasukkan ke dalam anggaran 2020 sebesar Rp3,1 triliun,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (14/5).
Askolani menyatakan dalam Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan seharusnya PBPU dan BP kelas III dikenakan iuran Rp42 ribu mulai 1 Juli 2020.
Di sisi lain peserta BPJS yang PBPU dan BP kelas III hanya perlu membayar Rp25.500 karena selisihnya yaitu Rp16.500 akan ditanggung pemerintah sepanjang 2020.
Askolani menyatakan subsidi tersebut diberikan karena pemerintah telah mempertimbangkan dan menyesuaikan kondisi saat ini yang sedang dalam masa pandemi COVID-19.
“Di regulasi untuk kelas III PBPU dan BP naik Rp42 ribu tapi itu hanya dalam Perpres 64/2020. Kalau kita lihat implementasinya sebenarnya itu tidak mengalami kenaikan karena untuk 2020 pemerintah memberikan bantuan pendanaan,” jelasnya.
Tak hanya itu Askolani menuturkan dalam Perpres 64/2020 juga ditetapkan pemerintah pusat dan daerah akan memberikan subsidi untuk iuran tahun depan bagi peserta tersebut yaitu sebesar Rp7 ribu sehingga peserta hanya harus membayar Rp35 ribu.
“Kemudian untuk 2021 Rp25 ribu akan disesuaikan menjadi Rp35 ribu dan gap-nya dari Rp42 ribu akan ditanggung pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Askolani menekankan kebijakan ini mengedepankan kebaikan bersama yaitu menjaga kesinambungan program JKN dalam jangka pendek dan panjang serta perbaikan pelayanan agar manajemen BPJS dan RS dapat lebih baik.
“Pemerintah berada di depan untuk melindungi masyarakat yang tidak mampu agar mendapat pelayanan kesehatan dari negara. Lalu manajemen pengelolaan pendanaan BPJS pada 2020 akan jauh lebih baik dibanding 2019,” katanya.
Sementara itu ia menuturkan keikutsertaan masyarakat pada program JKN akan dijalankan menjadi satu pintu melalui pemerintah pusat sehingga peserta PBI yang selama ini dibebankan ke APBD akan menjadi tanggungan pemerintah pusat.
“Jadi kalaupun pemda mengusulkan nanti akan dikoordinasikan oleh pusat untuk meyakinkan bahwa kewajiban dan pelayanan BPJS maupun RS betul-betul seimbang dan konsisten,” katanya.