Makassar, Aktual.com – Menteri Sekretaris Negara Pratikno membeberkan tiga aspek penting untuk menghadapi tantangan pendidikan pada saat ini yakni people (penduduk), business (bisnis) dan teknologi.
Mensesneg Praktino menyatakan itu saat menjadi narasumber Webinar bertema “Outlook Peran Perguruan Tinggi Menghadapi New Normal Pasca Pandemik COVID-19” yang diselenggarakan Forum Majelis Wali Amanat (MWA) Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) se-Indonesia, Sabtu.
“Terdapat tiga aspek untuk menghadapi tantangan pendidikan saat ini yaitu: People, yaitu pola pikir yang mengadopsi kebutuhan milenial, business, yang mengikuti logika kanvas bisnis dan teknologi yang mengadopsi digital, cloud, big data, dan sensor,” kata Pratikno dalam rilis yang diterima hari ini.
Selain itu, kata Ketua MWA UGM ini, perguruan tinggi harus memiliki kelincahan dalam aspek tata kelola keuangan, sumber daya manusia, pengambilan keputusan, serta inovasi dan kerja sama.
Menurut dia, tantangan besar universitas saat ini adalah disrupsi dan kompetisi yang tinggi, karena saat ini perkembangan teknologi sangat maju dan sudah banyak orang yang sukses berkompetisi tanpa melalui Pendidikan Tinggi.
Dalam kondisi ini, Perguruan Tinggi harus melakukan perubahan besar.
Menghadapi disrupsi dan hiperkompetisi ini, kata Pratikno, perguruan tinggi membutuhkan strategi yang tepat. Strategi yang paling utama adalah Fire Walking dengan langkah high speed (kecepatan tinggi/kelincahan), dan flexibility (fleksibiltas).
Human capital dari Perguruan Tinggi juga harusnya in-out, karena hal ini penting untuk membentuk kultur, pengetahuan, dan karakter yg bisa dikembangkan dengan cepat dan terbaru.
Sementara Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014 Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh DEA memaparkanWabah COVID-19 merupakan kesempatan bagus melakukan kontemplasi pemikiran kritis, strategis, omni aspects dan utuh serta penuh kearifan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Saat New Normal muncul pasti akan ada New Need lalu kemudian ada New Solusi, sehingga nantinya akan diciptakan solusi-solusi baru.
“Kita perlu melakukan transformasi dari ‘aku’ menjadi ‘kita’, yang dimana Perguruan Tinggi juga harus seperti itu,” jelasnya.
Perguruan Tinggi harus menjadi solusi bukan menjadi bagian dari permasalahan, sehingga pada saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk Perguruan Tinggi khususnya PTN-BH untuk memberikan inspirasi-inspirasi agar persoalan tadi dapat diselesaikan.
Kemudian, PTN-BH harus menjadikan Demographic Dividend dan Digital Dividend sebagai modal yang sangat mahal dan strategis untuk mempersiapkan kejayaan Indonesia 2045.
Ketua MWA ITS Prof Nuh mengatakan, New Normal pada gilirannya akan menjadi normal. Esensi pendidikan adalah belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, belajar untuk hidup bersama, dan belajar untuk belajar.
“Maka nantinya disinilah tercipta ‘ke-kita-an’, yang dimana Perguruan Tinggi tidak hanya memikirkan institusinya sendiri, atau hanya memikirkan aspek pendidikan, tetapi juga memberikan solusi untuk institusi, sektor, serta aspek kehidupan lainnya,” papar Prof. Nuh.
Tahapan-tahapan untuk Perguruan Tinggi lakukan yang dipaparkan oleh Prof. Nuh adalah; bagaimana merespon (respond) untuk tetap menjaga proses belajar mengajar tetap bertahan, bagaimana untuk memulihkan (recovery), dan bagaimana untuk maju dan berkembang (thrive).
“Yang paling penting saat ini adalah pada saat belajar dari rumah harus tetap terkoneksi dengan sumber pembelajaran, sehingga tidak terjadi looses in learning yang dapat mengakibatkan tingkat putus sekolah, kemiskinan belajar, pengerdilan dalam belajar, dan ketidaksamarataan,” kata Prof Nuh.(Antara)