Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menjelaskan pemerintah belum pernah membicarakan usulan pengembalian fungsi pengawasan dan pengaturan industri perbankan dari lembaga regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).

Kembalikan Tugas ke BI, Jokowi Pertimbangkan Perppu Bubarkan OJK

Fathan saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/7), mengatakan perubahan fungsi dan wewenang lembaga regulator industri keuangan (OJK) semestinya dilakukan tidak terburu-buru, dan harus dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif. Fathan menganggap kabar akan kembalinya fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI masih sebatas rumor.

“Memang sektor keuangan sedang menghadapi tekanan yang berat. Namun saya kira kita harus berpikir komprehensif dan matang sebelum mengambil keputusan itu,” ujar dia.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso yang dihubungi untuk mengklarifikasi kabar tersebut enggan berkomentar lebih jauh.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo melalui keterangannya menyebutkan kabar pengembalian fungsi pengawasan perbankan ke BI tak jelas asalnya.

“OJK mengharapkan seluruh pegawainya tetap fokus dengan pelaksanaan UU dan berkonsentrasi untuk menjadi bagian penanganan COVID-19 yang dibutuhkan oleh masyarakat,” kata dia.

OJK, kata Anto, telah proaktif mendukung pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19. Sesuai kewenangannya sebagai regulator, ujar dia, OJK telah mengeluarkan program restrukturisasi pada tanggal 26 Februari 2020 yang kemudian dituangkan dalam Peraturan OJK 11/2020 pada tanggal 16 Maret 2020.

Sebelum OJK berdiri, fungsi pengawasan, penelitian dan pengaturan perbankan berada di lingkup tugas BI. Fungsi terkait perbankan di BI kemudian dilebur sesuai Undang-undang Tahun 2011 yang menaungi keberadaan OJK.

Kantor berita Reuters pada Kamis (2/7) mengutip sumber anonim, memberitakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan dekret atau ketetapan darurat guna mengembalikan pengawasan perbankan dari OJK ke BI.

Menurut laporan Reuters, dua sumber itu mengatakan mengatakan pertimbangan tersebut muncul seiring ketidakpuasan Presiden Jokowi terhadap kinerja OJK selama pandemi COVID-19.