Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo sedang mempertimbangkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mengembalikan regulasi pengawasan perbankan ke kewenangan bank sentral, di tengah kekhawatiran tentang bagaimana pandemi COVID-19 memunculkan ketegangan di sektor keuangan.

Sebagai informasi bahwa sebelum adanya keberadaan OJK, Bank Indonesia (BI) bertindak sebagai regulator dan pengawas bank di ekonomi terbesar di Asia Tenggara hingga akhir 2013.

OJK didirikan berdasarkan undang-undang tahun 2011 untuk mengawasi lembaga keuangan. Mencontoh pada struktur regulasi jasa keuangan Inggris saat itu. Namun Indonesia sekarang malah melihat struktur keuangan Perancis, yang memiliki otoritas administratif independen di bawah bank sentral yang mengawasi perbankan, kata salah satu orang.

Presiden telah mempertimbangkan mengembalikan peran itu ke BI karena ketidakpuasan tentang kinerja OJK selama pandemi.

“BI sangat senang tentang ini … tetapi akan ada tambahan untuk KPI: akan diberitahu untuk tidak hanya menjaga mata uang dan inflasi, tetapi juga pengangguran,” kata sumber kedua reuters, mengacu pada indikator kinerja utama (KPI).

Baik BI maupun juru bicara Presiden tidak memberikan komentar. Seorang juru bicara OJK juga menolak berkomentar tentang ini.

Juru bicara OJK mengatakan pihaknya telah memerintahkan perbankan untuk merestrukturisasi pinjaman pada 26 Februari 2020, dan memperkenalkan insentif pada akhir 16 Maret, sehingga mencegah perlunya bank untuk menyiapkan ketentuan yang cukup besar untuk kredit macet.

BUBAR

Perkembangan terjadi ketika pemerintah menegosiasikan bantuan bank sentral untuk mendanai defisit fiskal yang membengkak karena tanggapan COVID-19.

Pada rapat kabinet 18 Juni 2020, Jokowi mengatakan dia akan merombak kabinetnya atau membubarkan badan-badan pemerintah jika dia merasa mereka tidak berbuat cukup untuk mengatasi krisis yang disebabkan oleh pandemi.

Badan Pemeriksa Keuangan RI awal tahun ini menyebut peran pengawasan OJK “lemah”, dan adanya celah dalam pengawasan tujuh bank.

Tujuh bank tersebut termasuk PT Bank Bukopin Tbk yang bulan lalu mengalami arus kas negatif dan membatasi penarikan.

Bukopin minggu ini mengatakan pihaknya merencanakan penerbitan saham baru setelah KB Kookmin Bank Korea Selatan akan memiliki saham pengendali. OJK juga mendesak pelanggan Bukopin dan bank lain untuk mengabaikan pos media sosial yang meminta mereka untuk menarik simpanan.

Industri perbankan secara agregat aman, Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengatakan pada hari Senin, mengutip rasio kecukupan modal yang lebih tinggi dari standar internasional pada 22,2% pada bulan Mei, rasio pinjaman bermasalah sebesar 3,01% dan indikator likuiditas tinggi.

OJK memperkirakan 15,12 juta debitur perlu merestrukturisasi pinjaman senilai Rp1.373,7 triliun ($96,03 miliar) akibat pandemi, dengan Rp695,34 triliun direstrukturisasi pada 22 Juni 2020.

sumber: reuters