Jakarta, Aktual.co — Pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menembus Rp 13.000 per dolar AS. Ini merupakan titik terlemah sejak 17 tahun terakhir, alias sejak era krisis ekonomi 1998 (krisis moneter/krismon). Dan hari ini juga berlanjut hingga tembus di kisaran Rp 13.100 per dolar AS
Bak group paduan koor, mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga sejumlah menteri menyatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh faktor eksternal. Terutama karena mulai menguatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), setelah dilanda krisis hebat pada 2008 lalu.
Kondisi ini membuat dolar AS yang menyebar di negara-negara berkembang ‘pulang kampung’. Sehingga tak hanya rupiah, tapi banyak mata uang di dunia yang juga melemah terhadap dolar.
“Sepertinya pernyataan Jokowi dan menteri benar benar tidak mengetahui apa sebenarnya yang membuat nilai tukar rupiah makin melemah , bahwa nilai tukar Rupiah adalah yang paling hancur dibandingkan negara negara ASEAN nilai tukar rupiah melemah hingga 10 persen lebih pasca pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014,” ujar Widodo Edisektianto, Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu dan Ketua Lembaga Penelitian dan Kajian Ekonomi Dan BUMN, dalam rilis yang diterima Aktual.co, Selasa (10/3)
Terbukti, lanjut dia, terpilihnya Jokowi sebagai presiden tidak memberikan ‘effect’ terhadap masuknya arus modal ke Indonesia, malah cenderung terjadinya capital flight besar besaran.
“Hal ini mengartikan pelaku pasar saat ini sudah mulai rasional, dan sepertinya euforia terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, atau sering disebut Jokowi Effect, sudah memudar dan tidak memberikan kesan kondusif dan tidak jelas program ekonomi Jokowi bagi pelaku pasar sehingga terus meyebabkan rupiah terperosok,” terangnya.
Tim ekonomi Jokowi, menurut dia, tidak punya platform yang terkait fundamental ekonomi Indonesia misalnya defisit transaksi berjalan yang berada di kisaran 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dan yang ada hanya deficit neraca berjalan ditutup dengan hutang luar negeri serta kenaikan pendapatan sektor pajak sehingga arus modal masuk itu tidak berkelanjutan. Jika tidak ada strategi yang jelas terkait perbaikan fundamental ekonomi, kata dia, diperkirakan rupiah akan terus melemah lagi. Pada akhir tahun rupiah akan berada di posisi Rp 14.550 per dolar AS.
Jokowi Effect, imbuh dia, justru telah meningkatkan beban anggaran negara diakibatkan melemah nya nilai kurs rupiah hingga Rp1.000 dan negara akan mengalami defisit anggaran sebesar Rp9 triliun-Rp12triliun.
Selain itu, kata dia, akibat pelemahan kurs rupiah selama Jokowi memerintah berakibat pada meningkatnya biaya bunga hutang luar negeri Pemerintah dan korporasi, dan jika hutang vallas tidak melakukan hedging maka Pemerintah dan korporasi sudah harus bersiap gulung tikar jika nilai tukar rupiah terus melemah yang berakibat pada peningkatan pengangguran .
Artikel ini ditulis oleh:
















