Jakarta, Aktual.com – Terpidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Sukabumi, Usman Effendi, disebut memberikan suap senilai Rp525 juta kepada penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju agar tidak dijadikan tersangka.
“Sejak 6 Oktober 2020 sampai 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia dari rekening miliknya maupun dari rekening atas nama Yayan Heryanto dengan jumlah keseluruhan Rp525 juta,” kata jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/9).
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. Awalnya pada 3 Oktober 2020, Robin menghubungi Usman Effendi melalui telepon dan memperkenalkan diri sebagai teman Radian Ashar dan juga penyidik KPK.
Usman Effendi adalah Direktur PT Tenjo Jaya yang juga narapidna kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat, yang sudah divonis 3 tahun penjara.
Pada saat itu, Robin menyampaikan kepada Usman bahwa ia mencari Usman karena ada hal darurat yaitu Usman akan dijadikan tersangka terkait kasus Kalapas Sukamiskin. Pada malam harinya di Puncak Pass, Usman meminta bantuan Robin agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
“Terdakwa Stepanus Robin Pattuju lalu menyampaikan kepada Usman Effendi bahwa dirinya dan tim dapat membantu dengan imbalan sejumlah Rp1 miliar,” ungkap jaksa.
Namun, Usman keberatan karena jumlah uang yang diminta sangat besar, lalu Robin menyampaikan “Bapak bayar Rp350 juta saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin jam 16.00”.
Robin lalu memberi rekening tujuan yaitu rekening BCA atas nama Riefka Amalia (adik teman perempuan Robin).
Pada 4 Oktober 2020, Robin lalu mengingatkan Usman via telepon untuk segera menyerahkan uang tersebut sehingga mulai 6 Oktober 2020 – 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia dengan jumlah seluruhnya Rp525 juta.
Uang itu lalu dibagi dua dengan pembagian Robin memperoleh Rp252,5 juta, sedangkan Maskur mendapat Rp272,5 juta.
Dalam perkara ini, Robin dan Maskur Husain didakwa menerima seluruhnya Rp11,025 miliar dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait pengurusan lima perkara di KPK.
Robin dan Maskur didakwa menerima dari M Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000.
M. Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai nonaktif, Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Golkar, Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi non-aktif.
Kemudian Usman Effendi adalah Direktur PT. Tenjo Jaya yang juga narapidna kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara.
Atas perbuatannya, Robin dan Maskur didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.