Jakarta, Aktual.com – Buku biografi Prof. Dr. Supandi, SH, M.Hum “Bocah Kebon Dari Deli” masuk dalam kategori ‘top ten books’ di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat. Buku itu mendadak laris manis diserbu pembaca. Dari pantauan Aktual.com, Selasa (14/9) sore, buku “Bocah Kebon Dari Deli” baru beredar di toko buku Gramedia sejak sebulan belakangan ini.
Sebagai buku biografi, buku ini memang sangat menarik pembaca karena gaya penulisannya yang bak novel dan kisah hidup yang terkandung di dalamnya penuh pesan dan makna kehidupan yang mendalam.
Dikisahkan dalam buku itu, perjalanan Prof. Supandi dalam mencari jejak leluhurnya dari tanah Deli ke tanah Jawa. Karena beliau dilahirkan di Deli, Sumatera Utara, pada masa perkebunan tembakau. Ternyata setelah diusut, leluhur Prof. Supandi berasal dari Desa Tlutup, Juwana, Pati, Jawa Tengah yang bernama Ki Tirtoleksono. Supandi sendiri belum pernah bertemu dengan Ki Tirkoleksono tersebut.
Ki Tirto merupakan Lurah pertama Desa Tlutup, Juwana tersebut. Beliau memiliki beberapa orang anak, salah satunya bernama Ki Ibrahim. Beliau inilah kakek kandung Supandi. Ki Ibrahim, seorang ulama yang berjiwa patriot dan negawaran. Beliau sempat cekcok dengan seorang mandor Belanda dan membunuhnya di mesin penggilingan tebu.
Ki Ibrahim kemudian dikejar dan melarikan diri ke Semarang. Dari Semarang, kemudian naik kapal yang membawa “koeli kontrak” yang dipekerjakan di Deli, Sumatera Utara untuk perkebunan tembakau Deli. Disitulah kemudian Ki Ibrahim beranak pinak melahirkan keturunannya. Salah satu anaknya bernama Ngadinum, inilah ayah dari Supandi. Menjelang ajalnya, Ki Ibrahim meninggalkan silsilah asli keluarganya pada Ngadimun. Silsilah keturunannya itulah yang diceritakan pada Supandi masa kecil. Supandi pun terngiang.
Perjalan berlanjut. Supandi beranjak dewasa dan kemudian menjadi hakim. Sebelumnya bekerja di Perhubungan Udara dan sempat dibimbing di Curug, Jawa Barat. Saat itulah kesempatan Supandi mencari kampung kakeknya itu di Desa Tlutup, Juwana, Pati, Jawa Tengah. Kemudian sekembali ke Medan, kampung asalnya, di Saentis, Sumatera Utara. Dia menceritakan pada ayahnya. Alhasil Ngadimun dan istrinya pun semangat menuju Desa Tlutup, Pati, Jawa Tengah. Jadilah tahun 1981, Ngadimun dan istrinya berkunjung ke sanak famili kakek Supandi itu kali pertama. Obor persaudaraan keluarga Supandi pun tersambung Kembali, setelah terputus puluhan tahun.
Kisah lainnya, bagaimana Supandi juga berhasil membawa neneknya, Supirah, Kembali ke Tulungagung. Supirah dulunya diculik anak buah Tjong A Fie, agen koeli Belanda. Usia Tulungagung, Supirah diculik dengan cara dipelet (disihir) pada usia 14 tahun. Lalu dibawa ke Semarang dan dinaikkan kapal laut menuju Deli. Sejak itu Supirah tak pernah Kembali ke kampungnya. Di umur 70 tahun, Supandi membawa Supirah Kembali ke Tulungagung. Suasana mengharukan dan menyedihkan pun berlangsung kala Supirah berhasil Kembali ke kampung halamannya di Tulungagung.
Buku ini menceritakan dengan apik dan humanis. Kisahnya mengaharukan dan menyedihkan. Penuh dengan fenomena perjalanan manusia.
Itulah secuil kisah yang tertuang dalam buku ‘Bocah Kebon Dari Deli.” Buku itu telah beredar luas di toko buku Gramedia seluruh Indonesia. Di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat, buku itu laris manis. Alhasil masuk dalam kategori ‘top ten books’ yang tersedia di rak khusus toko buku Gramedia.
Bagi yang ingin memahami bagaimana ‘Takdir’ bekerja, inilah buku yang wajib untuk dibaca. Selain penuh dengan kisah apik dan menarik, dipenuhi pesan-pesan bermutu dari Supandi yang tertanam dalam perjalanan hidupnya. Hingga beliau dari anak perkebunan di Deli, kemudian berhasil duduk sebagai Ketua Muda bidang Tata Usaha Negara (TUN) di Mahakmah Agung RI. Beliau juga berhasil menjadi Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
“Buku ini membawa pada lintasan perjalanan sejarah yang Panjang, dari perang Diponegoro, kisah kuli kontrak hingga masa pergulatan hukum era kini, sangat menarik sekali,” kata Ahsan Siregar, SH, advokat muda yang membaca buku ini.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi