Jakarta, Aktual.com – Sedang ramai di berita tentang keberhasilan operasi cangkok jantung babi ke manusia. Dari sudut pandang Islam, bagaimana hukum transplantasi organ babi, yang notabene dihukumi sebagai hewan yang najis dan haram?
Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH. Ma’ruf Khozin mengatakan bahwa menambal organ tubuh manusia yang sakit dikenal dalam ilmu fikih dengan istilah Jabr. Ini menunjukkan dunia kesehatan di masa fikih klasik sudah mengenal cangkok organ tubuh. Imam Nawawi berkata:
ِﺇَﺫا اﻧْﻜَﺴَﺮَ ﻋَﻈْﻤُﻪُ ﻓَﻴَﻨْﺒَﻐِﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺒُﺮَﻩُ ﺑِﻌَﻈْﻢٍ ﻃَﺎﻫِﺮٍ
Jika seseorang mengalami tulang pecah maka dianjurkan ditambal dengan tulang lain yang suci.
Menurutnya, transplantasi organ tubuh hanya boleh dilakukan dengan sesuatu yang suci. Namun, jika tidak ditemukan dan transplantasi sangat dibutuhkan, maka boleh menggunakan benda yang najis. Imam Nawawi menambahkan:
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑُﻨَﺎ ﻭَﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺒُﺮَﻩُ ﺑِﻨَﺠَﺲٍ ﻣَﻊَ ﻗُﺪْﺭَﺗِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻃَﺎﻫِﺮٍ ﻳَﻘُﻮْﻡُ ﻣَﻘَﺎﻣُﻪُ، ﻓَﺈِﻥْ ﺟَﺒَﺮَﻩُ ﺑِﻨَﺠَﺲٍ ﻧَﻈَﺮَ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﺇِﻟَﻰ اﻟْﺠَﺒْﺮِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻃَﺎﻫِﺮًا ﻳَﻘُﻮْﻡُ ﻗﻤﺎﻣﻪ ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﻌْﺬُﻭْﺭٌ
Ulama Syafiiyah mengatakan tidak boleh menambal organ dengan benda najis. Jika menggunakan benda najis maka diperinci; jika memerlukan untuk dilakukan tindakan tambal organ dan tidak ada benda yang suci yang setara maka diperbolehkan.
ﻭَإِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺤْﺘَﺞْ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺃَﻭْ ﻭَﺟَﺪَ ﻃَﺎﻫِﺮًا ﻳَﻘُﻮْﻡُ ﻣَﻘَﺎﻣَﻪُ ﺃَﺛِﻢَ ﻭَﻭَﺟَﺐَ ﻧَﺰْﻋَﻪُ ﺇِِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﻒَ ﻣِﻨْﻪُ ﺗَﻠْﻒَ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻠْﻒَ ﻋَﻀْﻮٍ
Jika tidak memerlukan tindakan tambal organ tubuh atau ada benda suci yang setara maka dia berdosa (menggunakan najis), dan wajib dilepas jika tidak ada kekhawatiran pada keselamatan diri atau rusaknya organ tubuh.
Transplantasi dengan organ hewan najis
Di masa ulama klasik juga sudah ada cangkok organ tubuh manusia dengan hewan najis mughaladzah (najis berat), seperti yang ditulis oleh Ibnu Najim Al-Hanafi:
وَفِي اﻟﺬَّﺧِﻴْﺮَﺓِ ﺭَﺟُﻞٌ ﺳَﻘَﻂَ ﺳِﻨُّﻪُ ﻓَﺄَﺧَﺬَ ﺳِﻦَّ اﻟْﻜَﻠْﺐِ ﻓَﻮَﺿَﻌَﻪُ ﻓِﻰ ﻣَﻮْﺿِﻊِ ﺳِﻨِّﻪِ ﻓَﺜَﺒَﺘَﺖْ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻭَﻻَ ﻳُﻘْﻄَﻊُ
Disebutkan dalam kitab Dzakhirah jika gigi seseorang lepas lalu diganti dengan gigi anjing kemudian dipasang di tempatnya hingga melekat maka tidak boleh dilepaskan.
Karena ilmu dan teknologi kedokteran terus berkembang, transplantasi organ tidak hanya terjadi pada organ luar, tetapi juga bagian dalam tubuh seperti jantung, ginjal, liver, dan sebagainya. Transplantasi ini biasanya terjadi karena kebutuhan darurat yang mengancam nyawa.
Menghadapi fenomena ini, Mufti Al-Azhar menjawab:
ﺳَﺒَﻖَ اﻟْﻘَﻮْﻝُ ﻓِﻰْ ﺟَﺒْﺮِ ﻋَﻈْﻢِ اﻹِْﻧْﺴَﺎﻥِ ﺑِﻌَﻈْﻢٍ ﻧَﺠَﺲٍ ﻭَﺧُﻼَﺻَﺘُﻪُ: ﺃَﻥَّ ﻓُﻘَﻬَﺎءَ اﻟْﻤَﺎﻟِﻜِﻴَّﺔِ ﻭَاﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔِ ﻭَاﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻴَّﺔِ ﻗَﺪْ ﺻَﺮَﺣُﻮْا ﺑِﺄَﻥَّ ﻣُﺪَاﻭَاﺓَ اْﻹِﻧْﺴَﺎﻥِ ﺑِﺸَﻰْءٍ ﻧَﺠَﺲٍ ﺟَﺎﺋِﺰٌ ﻋِﻨْﺪَ اﻟﻀَّﺮُﻭْﺭَﺓِ اﻟَّﺘِﻰْ ﺻَﻮَّﺭُﻭْﻫَﺎ ﺑِﻌَﺪَﻡِ ﻭُﺟُﻮْﺩِ ﺷَﻰْءٍ ﻃَﺎﻫِﺮٍ
Jawabannya sama seperti transplantasi tulang manusia dengan najis. Kesimpulannya: Ulama fikih Malikiyah, Hanabilah, dan Syafiiyah membolehkan seseorang berobat dengan benda najis karena darurat, yakni saat tidak ada benda suci.
Alasan darurat ini termaktub dalam beberapa ayat Al-Qur’an:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Baqarah [2]: 173).
Dan karena penyakit jantung termasuk penyakit yang mematikan, maka menyelamatkan nyawa penderitanya wajib. Seperti firman Allah:
وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗ
Siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia (QS. Al-Maidah [5]: 32).
Kesimpulan
Mencangkok atau transplantasi organ dari benda atau hewan yang najis hukumnya haram, kecuali dalam keadaan darurat dan tidak ada organ pengganti selain benda yang najis.
Dalam kasus transplantasi jantung, penderita berpotensi kehilangan nyawanya jika tidak melakukan transplantasi. Dengan demikian, Islam membolehkan transplantasi dengan hewan yang najis sebagai rukhsah (keringanan karena kondisi darurat).
(Artikel ini telah dimuat di website Kedaulatan Santri)
Artikel ini ditulis oleh:
Dede Eka Nurdiansyah