Jakarta, Aktual.com –  Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Soleman Pontoh menilai, perpanjangan usia pensiun hingga 60 tahun untuk TNI akan sangat menyulitkan, terutama untuk Tamtama dan Bintara.

Pasalnya, tugas keseharian Tamtama dan Bintara di lapangan yang harus membawa ransel dan senjata.

“Untuk Tamtama dan Bintara sangat menyulitkan ketika harus pensiun di usia 60 tahun. Karena di usia itu pasti sudah banyak perubahan, seperti perutnya gendut sehingga akan ngos-ngosan ketika lari di lapangan,” ujar Soleman Pontoh di Jakarta, dikutip, Sabtu (12/2).

Untuk yang perwira, sambung Soleman juga ada dampak negatifnya. Karena di usia 60, akan menyulitkan ketika akan berkarir atau second carrier di masyarakat. Karena sudah terlalu tua untuk bisa berkarir baik di perusahaan, parpol atau LSM. Ditambah dengan harus beradaptasi lagi di tengah karir keduanya di masyarakat. Sehingga sudah terlalu tua untuk bisa berkarir di luar militer.

“Kecuali jika mengajukan pensiun di usia 58 tahun. Adaptasi 2 tahun sehingga bisa berkarir di luar milter di usia 60 tahun. Sementara ketika pensiun di usia 60 tahun ditambah adaptasi 2 tahun, maka di usia 62 berkarir di luar militer. Itu sudah terlalu tua,” paparnya.

Soleman memaparkan, Andika Perkasa yang mengusulkan pensiun di usia 60 tahun juga akan memupus harapannya menjadi presiden. Karena jika gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan maka di usia 65 tahun, Andika baru bisa mendaftarkan dirinya sebagai calon presiden. Sehingga sudah terlalu tua untuk bisa menjadi presiden.

“Jadi memang sangat subyektif usulan pensiun anggota TNI hingga usia 60 tahun. Apalagi usulan perpanjangan usia pensiun itu saat ini sudah masuk DPR sehingga sudah masuk ranah politik,” tandasnya.

Perpanjangan usia pensiun ini menunjukkan pelemahan kualitas internal TNI, dengan makin banyaknya usia uzur untuk siap berperang, dan pelemahan penyebaran militansi ke Indonesia yang biasanya dimotori tentara-tentara di luar barak. Konsep ini perlu menjadi pendalaman segenap komponen bangsa bahwa perpanjangan usia pensiun bagian dari pesanan pihak asing dengan gunakan WNI atau lebih dikenal dengan istilah proxy war. Kesadaran ini penting dipahami segenap komponen bangsa agar tidak terus menjadi kaki tangan asing.

Dia melanjutkan, tidak bisa usia pensiun militer disamakan dengan polisi. Karena tugas keduanya juga berbeda. Karena polisi ranah tugasnya adalah sipil, sementara militer adalah pertahanan yang harus naik dan turun gunung menghadapi musuh. Oleh karena itu perpanjangan usia pensiun hendaknya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik tapi kajian akademis.

Sementara, pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menegaskan, perpanjangan usia pensiun akan menunjukan kesan ada problem regenerasi di tubuh TNI.

Padahal saat ini saja masih banyak perwira TNI yang masih mampu menjalankan tugas dan diusia aktif. Perpanjangan usia pensiun di tamtama dan bintara akan menutup celah untuk menjawab yang masih belum ideal kebutuhan tamtama dan bintara.

Perpanjangan usia pensiun di tamtama dan bintara juga untuk mengatasi persoalan anggaran yang membengkak sebagai akibat biaya perekrutan personil yang baru. Perpanjangan usia pensiun bagi tamtama dan bintara akan pensiun ketika sudah tidak produktif lagi untuk beraktivitas terutama terkait peningkatan kesejahteraan mereka setelah pensiun nanti.

Diketahui, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan putusan yang adil terkait gugatan soal umur pensiun Bintara, Tamtama, serta perwira TNI. Gugatan itu dilayangkan oleh lima orang dari berbagai latar belakang, salah satunya Euis Kurniasih, yang merupakan pensiunan anggota TNI.

Gugatan Euis dkk teregistrasi atas permohonan nomor 62/PUU/-XIX/2021. Dalam pokok permohonannya, Euis dkk menguji UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Tepatnya pasal 53 dan 71 huruf a, yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu