Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiapkan langkah preventif dan edukatif agar modus korupsi dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tidak terjadi kembali di masa mendatang.
“Terkait pengurusan perkara di MA, KPK tentu akan menindaklanjutinya tidak hanya pada aspek penindakannya saja. Namun, juga akan menganalisis untuk kemudian melakukan langkah-langkah preventif guna mencegah serta edukatif guna memberikan penyadaran kepada masyarakat khususnya ‘stakeholder’ terkait,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (27/9).
Ia mengatakan penegakan hukum menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada negara sehingga langkah-langkah tersebut perlu dilakukan.
Oleh karena itu, kata dia, KPK melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) dengan pendekatan preventif telah mengidentifikasi tantangan pada ranah penegakan hukum ini.
Pertama, belum optimalnya koordinasi aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan perkara, khususnya pertukaran informasi dan data lintas APH.
“Hal ini menjadi sangat relevan terkait dengan titik rawan korupsi pada pengurusan perkara ini karena jika data tersebut dapat diakses antar- APH, tentu akan mengurangi potensi risiko korupsi karena bisa saling mengawasi,” ucap Ali.
Kedua, masih terjadinya penyelewengan dalam penegakan hukum. Hal itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi upaya-upaya edukatif untuk memberikan penyadaran kepada para pemangku kepentingan.
Ketiga, lemahnya independensi, pengawasan, dan pengendalian internal.
Ali mengatakan adanya tangkap tangan terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan kawan-kawan juga menjadi “alert” bagi institusi pengawas peradilan untuk memastikan proses-proses peradilan bisa betul-betul memedomani prinsip-prinsip hukum dan konstitusi sehingga penegakan hukum jauh dari praktik-praktik permufakatan jahat dan korupsi.
Keempat, belum meratanya kualitas keterbukaan informasi serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan layanan publik.
“Jika proses penanganan suatu perkara dibuka dan dapat diakses oleh publik, hal ini akan sangat membantu pada aspek pengawasannya sehingga APH akan terawasi kemudian meminimalisasi terjadinya penyelewengan,” ucap Ali.
Terkait permasalahan tersebut, KPK pun mendorong penguatan sistem penanganan perkara tindak pidana yang terintegrasi, yakni melalui Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT–TI).
“Secara umum, penegakan hukum di Indonesia dianggap masih belum dilakukan secara adil dan transparan. Dari sisi proses penanganan perkara misalnya, koordinasi aparat penegak hukum masih belum optimal, khususnya terkait pertukaran informasi/data antar aparat penegak hukum,” kata dia.
Ia mengungkapkan aksi penguatan SPPT-TI menjadi salah satu aksi prioritas Stranas PK dalam rangka membangun sistem Informasi penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan, mendorong pertukaran dan pemanfaatan data perkara secara elektronik antar lembaga penegak hukum.
“Di mana pelaksana aksi terkait SPPT-TI ini, yaitu Kemenkopolhukam, Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara, Kemenkumham, Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan tentu KPK sendiri,” tuturnya.
Sementara itu melalui pendekatan edukatif, KPK juga melakukan penguatan integritas para APH. Ali menyatakan integritas APH menentukan penegakan hukum di Indonesia. Saat ini, banyaknya oknum APH yang tidak berintegritas kerapkali melemahkan upaya penegakan hukum dengan praktik suap.
“Termasuk dalam kegiatan tangkap tangan pengurusan perkara di MA ini. sehingga berdampak pada persepsi publik tentang APH dan upaya pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah tetap buruk,” ujar dia.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Sebagai penerima, yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara, sebagai pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno masing-masing selaku pengacara serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i