Beranda Nasional Hukum Hinca Panjaitan Sebut Pemenjaraan Pengguna Narkoba Boroskan Anggaran Negara

Hinca Panjaitan Sebut Pemenjaraan Pengguna Narkoba Boroskan Anggaran Negara

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) didampingi Sekjen Hinca Pandjaitan (kiri) melambaikan tangan sebelum menyampaikan pidato politik pada Dies Natalis 15 Tahun Partai Demokrat dan pembukaan Rampimnas 2017 di Jakarta, Selasa (7/2). Pidato Politik Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat tema Indonesia Untuk Semua Keadilan, Kebhinekaan dan Kebebasan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/kye/17

Palangkaraya, aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan menyoroti kondisi over kapasitas atau kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang dipenuhi oleh para narapidana narkotika. Hinca bahkan menyebut pemenjaraan korban pengguna narkotika telah menyebabkan pemborosan anggaran negara.

Dirinya mencontohkan untuk satu korban penggunaan narkoba karena membeli paket hemat sebesar Rp 150 ribu dikenakan hukuman pidana. Namun, pihak berwenang akan mengeluarkan anggaran yang tidak sebanding dengan narkoba yang dikonsumsi oleh penyalahguna narkoba tersebut. Hal tersebut menurutnya merupakan pemborosan anggaran negara.

“Kalau kita hitung budget-nya. Dengan seseorang menggunakan narkoba yang paket hemat seharga Rp150 ribu, polisi akan mengeluarkan anggaran paling tidak Rp10 juta, Jaksa Rp10 juta, Hakim Rp10 juta, lalu diproses persidangannya ya, kalau dikumpulin Rp30 juta. Lalu diputuskan hukumannya, banyak yang divonis lima-tujuh tahun. Kalau satu hari biaya makannya Rp30 ribu di Lapas, kalikan satu bulan berapa, kalikan satu tahun berapa, kalikan lima tahun berapa. Maka itu menjadi puluhan bahkan ratusan juta, tergantung berapa tahun (vonis) nya tadi,” kata dia usai mengikuti Kunjungan Kerja di Palangkaraya, Sabtu (5/11) kemarin.

Karena itu, Hinca pun mendorong pihak berwenang untuk menerapkan konsep penegakan hukum dalam permasalahan narkotika dengan benar. Caranya dengan mengobati korban pengguna narkotika, dan bukan malah memenjarakan. Sehingga berakibat pada semakin banyaknya narapidana dalam Lapas dan berimbas pada anggaran yang harus disiapkan.

Anggaran yang besar tersebut, menurutnya, lebih baik digunakan untuk mengobati (merehabilitasi) korban penggunaan narkoba. Sebab, di sana peran negara yang harus hadir dengan melindungi dan melayani warga negara yang sakit. Di mana pengguna narkotika sejatinya adalah korban yang sakit yang harus diobati, bukan dihukum.

“Apa hebatnya penegakan hukum (dengan cara seperti ini). Pertama, dia salah menerapkan konsepnya. Kedua, dapat menjebol APBN kita. Karena itu saya berteriak mengatakan, kita hentikan ini semua, kita hentikan kesalahan kolektif ini. Mulai dari polisi, jaksa, dan hakim. Ini kesalahan bersama, kita hentikan, kita perbaiki. Mari kita tobat nasional,” tegasnya seperti dilansir dari situs parlemen.

Terakhir, Politisi Fraksi Partai Demokrat ini mengatakan akan mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk mengampuni korban penggunaan narkotika yang sudah terlanjur dipidana. Pasalnya para pengguna narkoba sesungguhnya merupakan orang orang yang sakit.

“Saya meminta Presiden Jokowi sebagai kepala negara untuk mengampuni seluruh pengguna, korban-korban yang tadi, orang-orang sakit yang dipidana itu. Negara harus mengeluarkannya, mengampuninya, dan mengobatinya sampai sembuh,” tuturnya.

Seperti diketahui, Revisi Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sedang menjadi pembahasan di Komisi III DPR RI. Terkait revisi UU tersebut, Komisi III sedang menerima dan mengumpulkan berbagai masukan dari berbagai pihak sebagai bahan pembahasan RUU tersebut.

Pada Jumat (4/11) lalu, Komisi III menggali masukan RUU Narkotika dengan menggelar diskusi bersama Kapolda Kalimantan Tengah, Kepala BNNP Kalimantan Tengah dan Kajati Kalimantan Tengah beserta jajaran, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Artikel ini ditulis oleh:

Megel Jekson